Studi Kualitatif Penggunaan Jasa Joki Tugas di Kalangan Mahasiswa

ABSTRAK
Fenomena penggunaan jasa joki tugas semakin marak di kalangan mahasiswa. Penelitian ini bertujuan memahami pandangan dan pengalaman mahasiswa dalam menggunakan jasa joki tugas melalui lensa Theory of Planned Behavior (TPB). Dengan pendekatan kualitatif fenomenologis dan wawancara mendalam terhadap tiga informan, penelitian ini mengembangkan TPB dan menemukan bahwa: (1) sikap positif terhadap joki tugas dibentuk oleh prioritas kontekstual mahasiswa ketika dihadapi keterbatasan waktu; (2) norma subjektif melibatkan tekanan akademik dari figur otoritatif dalam konteks budaya high power distance; (3) norma subjektif akan lingkungan pertemanan yang permisif memperkuat sikap positif akan penggunaan joki tugas; serta (4) persepsi kontrol mencakup kendali mahasiswa atas proses joki itu sendiri. Dengan demikian, penggunaan joki tugas kerap ditemukan di perguruan tinggi. Penelitian ini merekomendasikan pendekatan komunikatif yang lebih empatik untuk menekan praktik joki tugas.
Kata kunci: joki tugas, mahasiswa, Theory of Planned Behavior, kecurangan akademik, integritas akademik, studi kualitatif
PENDAHULUAN
Tugas merupakan bagian integral dari kehidupan akademik yang berfungsi sebagai tolok ukur pencapaian mahasiswa. Namun, pencapaian akademik tidak hanya soal hasil, melainkan juga proses yang menjunjung tinggi integritas, terutama nilai kejujuran. Dalam praktiknya, prinsip ini mulai tergerus dengan maraknya penggunaan jasa joki, yang secara langsung mencederai nilai-nilai integritas akademik dalam proses penyelesaian tugas.
Dalam beberapa tahun terakhir, praktik penggunaan jasa joki telah menjadi fenomena yang semakin meluas di berbagai negara (Newton, 2018), termasuk di Indonesia, khususnya di jenjang pendidikan tinggi. Survei Sobat Belajar (2024) mengungkapkan bahwa sekitar 40% responden yang merupakan mahasiswa mengaku pernah menggunakan jasa joki setidaknya sekali selama masa studi mereka. Praktik joki tidak hanya menjadi fenomena yang semakin mengakar di jenjang perguruan tinggi tetapi juga telah menjadi bagian dari realitas dunia akademik saat ini.
Ironinya, dalam beberapa kasus, terdapat mahasiswa yang secara terbuka mengakui dan mendorong praktik penggunaan joki tersebut. Mayoritas mahasiswa yang mengetahui praktik joki pada temannya cenderung menampilkan sikap toleran dan enggan melaporkan karena tidak lagi dianggap sebagai pelanggaran serius. Sikap permisif terhadap praktik ini menunjukkan bahwa penggunaan joki mulai dinormalisasi dalam lingkungan akademik.
Berbagai upaya pencegahan terhadap penggunaan jasa joki telah dilakukan, seperti penggunaan asesmen dan data administratif (Clare et al., 2017). Namun, hal ini dinilai belum cukup efektif dalam mengurangi praktik joki tugas. Sebuah artikel menjelaskan bahwa perkembangan industri joki tugas didorong oleh dua sisi, mahasiswa yang kesulitan dan tekanan akademik di institusi pendidikan tinggi. Dari sudut pandang ini, kita dapat melihat bahwa memahami bagaimana mahasiswa akhirnya memutuskan untuk menggunakan joki adalah langkah pertama menyelesaikan permasalahan ini, dan dapat dilakukan dengan kacamata teori Planned Behavior (TPB).
Teori Planned Behavior (TPB) sudah cukup familiar digunakan untuk menemukan akar permasalahan dari kecurangan akademik. Teori ini menemukan bahwa kecurangan akademik terjadi karena adanya kesempatan (opportunity) serta niat (intention) untuk berbuat curang (Ajzen, 1969). Dengan mempertimbangkan kedua faktor ini, pencegahan kecurangan akademik tidak hanya dapat dilakukan dengan membatasi peluang menyontek, tetapi juga mendidik mahasiswa tentang integritas akademik (DiPietro, 2010).
Sejalan dengan penerapannya dalam menjelaskan kecurangan akademik, Planned Behavior Theory juga dapat digunakan untuk memahami faktor psikologis dan situasional yang mendorong mahasiswa menggunakan jasa joki. Keputusan mahasiswa untuk menggunakan jasa joki dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku yang dirasakan. Sikap mahasiswa terhadap joki tugas bervariasi, terbentuk melalui interaksi dan eksposur terhadap narasi yang beredar. Norma subjektif, seperti pengaruh dari teman sebaya, organisasi, dan media sosial, juga berperan penting dalam membentuk keputusannya. Selain itu, keterbatasan waktu, tekanan akademik, dan kemudahan akses terhadap jasa joki ditemukan dapat semakin melemahkan keyakinan kontrol atas keputusan akademiknya, berujung pada pemakaian solusi instan, joki tugas. (Heriyati et al., 2023).Lewat pertanyaan utama “Bagaimana pandangan dan pengalaman mahasiswa dalam menggunakan jasa joki tugas melalui lensaTheory of Planned Behavior (TPB)?”, studi ini mencoba menggali lebih dalam alasan di balik keputusan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana mahasiswa memaknai praktik joki tugas, apa saja faktor yang mendorong mereka untuk menggunakan jasa itu, serta bagaimana pengalaman mereka terbentuk dari sikap pribadi, tekanan sosial di lingkungan sekitar, dan rasa kontrol atas situasi yang mereka hadapi. Dengan memahami ketiga aspek ini, studi ini diharapkan dapat menjadi landasan dalam merancang strategi komunikasi yang lebih efektif, baik untuk institusi maupun mahasiswa.
KERANGKA KONSEP DAN PENELITIAN TERDAHULU
Fenomena joki tugas bukan hanya soal “malas ngerjain tugas” loh ada lapisan yang jauh lebih kompleks di balik keputusan ini. Mulai dari tekanan akademik yang tinggi, norma sosial yang permisif, hingga akses yang mudah ke layanan joki lewat media sosial. Untuk benar-benar memahami kenapa mahasiswa bisa sampai menggunakan jasa joki, penelitian ini menggunakan kerangka Theory of Planned Behavior (TPB). TPB menjelaskan bahwa perilaku manusia ditentukan oleh tiga hal utama: sikap, norma subjektif, dan persepsi kontrol terhadap perilaku. Ketiganya membentuk niat (intensi) seseorang untuk berperilaku— dalam hal ini, menggunakan jasa joki tugas.
Sebagian besar studi tentang contract cheating di kalangan mahasiswa—termasuk penelitian mix methodoleh Heriyati et al. (2023) serta survei kuantitatif Bretag et al. (2019) –masih terbatas pada pengukuran frekuensi dan kategorisasi faktor penyebab tanpa menggali mekanisme kognitif dan kontekstual yang mendasari keputusan mahasiswa menggunakan joki tugas. Beberapa penelitian kualitatif (Zanetti & Butera, 2022; Ichwana dkk., 2023) memang telah melakukan wawancara mendalam, tetapi cakupannya belum komprehensif dalam konteks budaya dan dinamika psikososial di Indonesia dan seringkali kurang menerapkan kerangka teoritik yang kokoh. Pendekatan kuantitatif tidak mampu menangkap nuansa pengalaman subjektif dan proses rasionalisasi moral mahasiswa, diperlukan penelitian kualitatif dengan wawancara mendalam untuk mengungkap motif, prioritas, dan strategi kontrol risiko yang dimiliki mahasiswa.
METODOLOGI
Penelitian ini menggunakan strategi fenomenologi dengan pendekatan kualitatif untuk memahami pengalaman subjektif mahasiswa yang pernah menggunakan jasa joki tugas, dengan menggali makna sosial dan psikologis di balik tindakan tersebut. Pendekatan fenomenologi dipilih karena berfokus pada pemaknaan pengalaman hidup partisipan (Creswell, 2013), sementara pendekatan kualitatif memungkinkan peneliti mendeskripsikan fenomena secara alami dan kontekstual (Fadli, 2021). Strategi ini mendukung kerangka Theory of Planned Behavior (TPB) dalam menguraikan faktor sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku yang dirasakan oleh pelaku. Data dikumpulkan melalui wawancara semi-terstruktur (Bryman, 2016) dengan mahasiswa S1 berusia 18–25 tahun yang pernah menggunakan jasa joki, dipilih melalui purposive sampling (Ilker et al., 2016) berdasarkan kedekatan personal peneliti dengan informan untuk memfasilitasi interaksi langsung. Wawancara dilakukan secara tatap muka, direkam dengan persetujuan, ditranskripsikan secara verbatim, dan dapat dikonfirmasi ulang untuk validitas. Teknik analisis data menggunakan pendekatan Grounded Theorydari Strauss dan Corbin (1990), yang terdiri dari tiga tahap: open coding (mengidentifikasi konsep dari data mentah), axial coding (menghubungkan konsep ke dalam kategori tematik), dan selective coding (menyusun kategori inti). Pendekatan ini memberikan fleksibilitas dan kedalaman analisis dalam memahami proses sosial dan psikologis mahasiswa dalam pengambilan keputusan menggunakan jasa joki tugas.
HASIL


DISKUSI
Kenapa mahasiswa pakai joki?
Penelitian ini menunjukan bahwa mahasiswa memiliki motivasi yang beragam dalam penggunaan joki tugas. Motivasi ini merupakan interaksi antara faktor individual, sosial, dan kultural yang kemudian membentuk sikap, norma subjektif, dan persepsi kontrol perilaku mahasiswa. Sikap positif, norma subjektif akan lingkungan pertemanan yang permisif, dan kontrol yang dimiliki mahasiswa akan penggunaan joki tugas membuat kecurangan akademik ini kerap ditemukan di lingkungan kampus.
Lalu, apa bedanya dengan penelitian sebelumnya?
Penelitian ini mengembangkan temuan dalam jurnal penelitian sebelumnya, Understanding Contract Cheating Behavior Among Indonesian University Students (Heriyati et al., 2023), dengan menggambarkan dinamika internal mahasiswa secara lebih mendalam, seperti paradoks emosional dan strategi pengendalian risiko akademik. Walaupun temuan penelitian ini secara umum sejalan dengan kerangka Theory of Planned Behavior (TPB), penelitian ini mengungkap beberapa hasil yang bertentangan dengan ekspektasi teoretis dan literatur terdahulu.
Pertama, sikap (attitude)tidak hanya didasarkan pada pertimbangan rasional untung-rugi, tetapi juga dipengaruhi oleh prioritas hidup yang bersifat subjektif. Sistem akademik cenderung bersifat sangat menuntut dan kurang fleksibel, sementara mahasiswa juga menghadapi tekanan lain—seperti tekanan beban kerja, tekanan waktu, atau tekanan kesehatan mental. Dalam situasi ini, joki dianggap sebagai solusi pragmatis dan sikap positif terhadapnya muncul sebagai bentuk kompromi antara idealisme akademik dan realitas kehidupan sehari-hari.
Kedua, dalam aspek norma subjektif (subjective norms). Penelitian ini mendukung temuan Zanetti & Buttera (2022) dimana teman sebaya mendukung perilaku kecurangan, khususnya karena budaya kolektivistik di Indonesia yang menekankan nilai solidaritas. Namun, kecenderungan high power distance—yang menjunjung kepatuhan pada otoritas dan ekspektasi keluarga—di Indonesia ternyata menghasilkan tekanan internal yang lebih kuat untuk memiliki capaian akademik tertentu.
Selanjutnya, dalam aspek perceived behavioral control, kemudahan mengakses jasa joki lewat media sosial serta lemahnya pengawasan institusional membangun persepsi kontrol yang tinggi di kalangan mahasiswa dan memperkuat intensi mahasiswa untuk menggunakan jasa tersebut—sebagaimana dijelaskan dalam kerangka Theory of Planned Behavior (TPB). Namun, nyatanya, mahasiswa tidak sepenuhnya menyerahkan proses pada joki. Bukan deviasi total, tetapi “delegasi terbatas” karena mereka tetap mengatur jalannya pengerjaan, memberi briefdetail, mengecek plagiarisme, bahkan meminta revisi jika hasil tidak memuaskan.
Jadi, joki itu tindakan positif atau negatif?
Penelitian ini mengkritik anggapan “Mahasiswa pengguna joki = Tidak memiliki kesadaran moral.” Mahasiswa justru memiliki kesadaran penuh bahwa tindakan mereka tergolong kecurangan akademik, tetapi mereka melakukannya dengan rasionalisasi moral bahwa terdapat faktor-faktor tertentu yang mendorong keputusan penggunaan joki seperti tekanan keluarga, kesibukan, hingga pertimbangan prioritas. Kondisi ini mencerminkan adanya dualitas: memahami implikasi etisnya, tetapi memilih menangguhkannya demi mengurangi beban dan menjaga performa. Alasan-alasan inilah yang menjadikan joki bukan sekadar pelanggaran etis individual, tetapi juga fenomena sosial yang dipengaruhi oleh struktur budaya dan sosial lokal.
Joki = Lebih dari sekadar pelanggaran individu
Oleh karena itu, pendekatan yang hanya menekankan regulasi dan pengawasan belum cukup efektif. Tekanan psikologis dan perbedaan prioritas hidup mahasiswa menjadi faktor penting yang perlu dipahami lebih dalam dalam memahami praktik joki. Strategi pencegahan yang berkelanjutkan harus dilandasi pendekatan edukatif yang mempertimbangkan perbedaan prioritas dan konteks budaya individu serta ketegangan struktural dalam sistem pendidikan. Selain itu, lemahnya komunikasi institusional—terutama minimnya sosialisasi mengenai pelanggaran akademik—menciptakan loopholeyang dimanfaatkan oleh mahasiswa untuk merasionalisasi tindakan mereka. Kurangnya kejelasan ini membuat mereka merasa aman, tidak terpantau, dan bebas dari sanksi sehingga memperkuat perceived behavioral control atas perilaku menyimpang tersebut.
Tetapi ada beberapa catatan,
Penelitian mengenai fenomena penggunaan jasa joki menghadapi tantangan tersendiri Mengingat praktik ini tergolong sebagai pelanggaran etika akademik dan bersifat tertutup (hidden population), tidak mudah bagi peneliti untuk mengidentifikasi dan meyakinkan mahasiswa yang bersedia menjadi informan. Akibatnya, proses pengumpulan data terbatas hanya pada mahasiswa yang secara eksplisit diketahui pernah menggunakan jasa joki, kemudian dilanjutkan dengan teknik snowball sampling dari informan awal.
Selain itu, penelitian ini belum menyertakan sudut pandang institusional, seperti dari dosen, tenaga kependidikan, atau pengambil kebijakan di tingkat fakultas dan universitas. Fokus utama penelitian yang tertuju pada motivasi internal dan rasionalisasi mahasiswa menyebabkan dimensi struktural dari fenomena ini kurang tergali. Ketiadaan perspektif ini menjadi keterbatasan tersendiri dalam menjelaskan dinamika yang lebih holistik antara tekanan individu dan struktur sistem pendidikan tinggi.
Apa yang bisa dilakukan?
Salah satu temuan menarik dari penelitian ini adalah pernyataan informan bahwa penggunaan Artificial Intelligence (AI), justru membantu mereka mengurangi ketergantungan pada jasa joki. Oleh karena itu, diperlukan studi lebih lanjut mengenai bagaimana teknologi AI dapat dimanfaatkan secara etis dan efektif untuk mendukung pembelajaran mahasiswa, sekaligus mencegah praktik kecurangan akademik.Selain itu, temuan ini juga menunjukkan bahwa dukungan emosional dan afirmasi dari teman sebaya yang mengalami kesulitan serupa dapat mendorong mahasiswa untuk tetap mengerjakan tugas secara mandiri. Maka, institusi pendidikan tinggi dapat mempertimbangkan pengembangan peer support group yang memberikan ruang aman untuk mengelola tekanan dan mencegah munculnya intensi menggunakan jasa joki tugas. Tentunya, sosialisasi akan konsekuensi–baik sanksi hukum, akademik, maupun sosial–penggunaan joki tetap diperlukan, khususnya dari dosen yang memiliki akses langsung ke mahasiswa.
KESIMPULAN
Penelitian ini mengungkap kompleksitas di balik pandangan dan pengalaman mahasiswa dalam menggunakan jasa joki tugas. Pada awalnya, para informan memandang praktik ini sebagai bentuk pelanggaran etika akademik. Namun, seiring meningkatnya tekanan akademik di perguruan tinggi—yang tidak diimbangi dengan sensitivitas terhadap keterbatasan individu maupun dinamika kehidupan non-akademik—sikap mereka terhadap praktik ini menjadi lebih permisif. Mahasiswa kerap dihadapkan pada situasi keterbatasan waktu yang memaksa mereka untuk menyusun ulang skala prioritas hidup. Ketika akademik bukan menjadi fokus utama, penggunaan joki pun menjadi opsi yang dipertimbangkan.
Melalui lensa Theory of Planned Behavior (TPB), penelitian ini membenarkan bahwa variabel sikap, norma subjektif, dan persepsi terhadap kontrol perilaku berperan dalam membentuk intensi dan perilaku mahasiswa menggunakan jasa joki. Namun, temuan ini memperluas pemahaman atas TPB:
- Sikap mahasiswa juga dibentuk oleh prioritas yang bersifat kontekstual, baik akan prioritas kehidupan secara umum maupun tugas satu di atas yang lainnya.
- Norma subjektif tidak terbatas pada persepsi mahasiswa akan pandangan significant others, melainkan juga intensitas tekanan yang diberikan oleh pihak tersebut. Khususnya, konteks high power distancedi Indonesia, membuat mahasiswa lebih tunduk akan otoritas yang memiliki ekspektasi dalam pemenuhan standar akademik tertentu.
- Norma subjektif bahwa lingkungan sosial (pertemanan) bersifat permisif akan praktik joki tugas semakin mendorong sikap positif mahasiswa akan praktik ini.
- Perceived behavioral control tidak hanya mencakup kemudahan akses terhadap jasa joki, tetapi juga mencakup tingkat kontrol mahasiswa terhadap prosesnya penggunaan jokinya.
Namun demikian, penggunaan jasa joki tidak sepenuhnya bebas dari beban emosional. Meskipun terdapat alasan yang kuat—baik dari aspek prioritas, tekanan sosial, maupun kemudahan teknis—para mahasiswa tetap mengalami ambivalensi emosional. Mereka menyadari bahwa tindakan tersebut tergolong sebagai bentuk kecurangan. Kendati demikian, rasa bersalah ini cenderung berkurang seiring meningkatnya frekuensi penggunaan joki dan normalisasi praktik di lingkungan sekitar.
REFERENSI
Ahsan, K., Akbar, S., & Kam, B. (2022). Contract cheating in higher education: a systematic literature review and future research agenda. Assessment & Evaluation in Higher Education,47(4), 523-539. https://doi.org/10.1080/02602938.2021.1931660
Bretag, T., Harper, R., Burton, M., Ellis, C., Newton, P., Rozenberg, P., Saddiqui, S., & Haeringen, K. V. (2019). Contract Cheating: A Survey of Australian University Students. Studies in Higher Education, 44(11), 1837-1856.
Bryman, A. (2016). Social research methods (5th ed.). Oxford University Press.
Clare, J., Walker, S., & Hobson, J. (2017). Can we detect contract cheating using existing assessment data? Applying crime prevention theory to an academic integrity issue. International Journal for Educational Integrity,13(4). DOI 10.1007/s40979-017-0015-4
Clarke, R., & Lancaster, T. (2006, June). Eliminating the successor to plagiarism? Identifying the usage of contract cheating sites [Paper presentation]. 2nd International Plagiarism Conference, Newcastle upon Tyne, United Kingdom.
DiPietro, M. (2010). Theoretical Frameworks for Academic Dishonesty: A Comparative Review. To Improve the Academy: A Journal of Educational Development,717. https://digitalcommons.unl.edu/podimproveacad/717
Djafarova, Elmira and Foots, Sophie (2022) Exploring ethical consumption of generation Z: theory of planned behaviour. Young Consumers: Insight and Ideas for Responsible Marketers,23 (3). pp. 413-431. ISSN 1747-3616
Drye, S. L., Lomo-David, E., & Gueldenzoph Snyder, L. (2018). Normal deviance: An analysis of university policies and student perceptions of academic dishonesty. Southern Journal of Business & Ethics,10, 71-84.
Erguvan, I. D. (2022). University students’ understanding of contract cheating: a qualitative case study in Kuwait. Language Testing in Asia,12(1), 56.
Fadli, M. R. (2021). Memahami desain metode penelitian kualitatif. Jurnal Humanika, 21(1), 33-54.
Fishman, T. (2014).The Fundamental Values of Academic Integrity (2nd edition). International Center for Academic Integrity. https://www.academicintegrity.org/wp-content/uploads/2017/12/Fundamental-Values-2014.pdf.
Geraldine C., & Niyu N. (2024) Rethinking Academic Dishonesty: Challenging Indonesia’s Cultural Pressure for Collectivism and Altruism ISSN: 2758-0962 The Paris Conference on Education 2024: Official Conference Proceedings (pp. 601-611) https://doi.org/10.22492/issn.2758-0962.2024.46
Heriyati, D., Sari, R. L., Ekasari, W. F., & Kurnianto, S. (2023). Understanding Contract Cheating Behavior Among Indonesian University Students: An Application of the Theory of Planned Behavior. Journal of Academic Ethics,21, 541-564.
Newton, P. 2015. “Academic Integrity: A Quantitative Study of Confidence and Understanding in Students at the Start of Their Higher Education.” Assessment & Evaluation in Higher Education, 41 (3): 482–497. doi:10.1080/02602938.2015. 1024199.
Nur Ichwana, W., Saleh, S, & Marsa, Y. J. (2023). Motif Mahasiswa Dalam Menggunakan Jasa Pembuat Skripsi di Perguruan Tinggi. Munaddhomah: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 3(3), 264-271.
Sobat Belajar. (2024, Juli 24). Pandangan Mahasiswa tentang Joki Tugas: Survei dan Temuan. https://sobatbelajar.id/pandangan-mahasiswa-tentang-joki-tugas-survei-dan-temuan/
Strauss, A., & Corbin, J. (1990). Basics of qualitative research: Grounded theory procedures and techniques. Sage Publications.
Tor Grenness (2023) “If You Don’t Cheat, You Lose”: An Explorative Study of Business Students’ Perceptions of Cheating Behavior. Scandinavian Journal of Educational Research, 67:7, 1122-1136,
Zanetti, C., & Butera, F. (2022). The chronology of collective cheating: a qualitative study of collective dishonesty in academic contexts. Current Psychology,42, 27983-27997. https://doi.org/10.1007/s12144-022-03885-3





