Journalight

UI Journalism Studies

Research

“HUAA Takut Banget Dapet Dosen Killer!” : Ketika Kampus Diam dan Mahasiswa Ketergantungan @uibaseng Sebagai Sumber Informasi Mata Kuliah

Abstrak

SIAK WAR merupakan istilah yang digunakan mahasiswa UI untuk menggambarkan proses registrasi mata kuliah yang kompetitif dan menegangkan. Dalam situasi ini, mahasiswa membutuhkan informasi yang cepat dan akurat, namun media resmi kampus sering kali tidak responsif dalam memberikan rekomendasi mata kuliah belanja. Akibatnya, mahasiswa beralih ke @uibaseng, akun di media sosial X (Twitter) yang menjadi media alternatif populer karena menyajikan informasi belanja mata kuliah secara cepat, bebas bertanya secara anonim, dan praktis. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus kualitatif untuk mengeksplorasi pola ketergantungan mahasiswa terhadap @uibaseng dan cara mereka memverifikasi informasi dari platform tersebut. Hasil wawancara menunjukkan adanya perbedaan pola verifikasi antara pengguna aktif dan pasif, yang berdampak pada tingkat kepercayaan dan ketergantungan terhadap media khusus. Pengguna aktif cenderung lebih kritis dan melakukan validasi dan verifikasi informasi sementara pengguna pasif lebih cepat percaya dan sangat bergantung pada informasi dari @uibaseng. Temuan ini menegaskan relevansi teori Media Dependency dalam konteks media sosial anonim di lingkungan akademik. 

Kata Kunci : Registrasi Kelas Online, Media Alternatif, Media Dependency,Verifikasi.

Mahasiswa UI, Bergantung Informasi Akademik di Media Sosial X @uibaseng? Pihak Kampus Gak Berguna dong!   

Siapa sih mahasiswa UI yang nggak kenal istilah SIAKWAR? Setiap semester, mahasiswa selalu merasakan panik, tegang, bahkan deg-degan karena harus rebutan mata kuliah idaman. Mahasiswa berlomba-lomba mengisi IRS secepat mungkin, takut kursi penuh atau lebih buruk lagi kepilih dosen killer yang tugasnya seabrek-abrek. Alhasil sebelum hari H tiba, mahasiswa bakal sibuk cari info tentang mata kuliah, dosennya baik atau nggak, bebannya berat atau ringan, sampai detail-detail kecil lainnya. Sayangnya, informasi formal dari kampus sendiri soal mata kuliah ini sering kali nggak jelas dan nggak transparan. Mahasiswa nggak pernah benar-benar tahu gimana dosennya, sistem penilaiannya, dan seberapa berat beban mata kuliah tersebut sebelum mereka masuk ke kelas. Akhirnya, mahasiswa pun mengandalkan alternatif yang dianggap lebih cepat, simpel, dan interaktif, yaitu akun media sosial X (Twitter) bernama @uibaseng.

Sistem di @uibaseng ini simpel banget, siapapun bisa lempar pertanyaan secara anonim tentang rekomendasi mata kuliah atau dosen, dan pengguna lain akan segera menjawab dengan singkat dan jelas. Misalnya, “Gimana dosen X, enak ga nih guys?” langsung dibalas dengan respons singkat berupa pengalaman pengguna sebelumnya. Akun ini populer banget karena mahasiswa merasa nyaman bertanya tanpa takut di judge atau malu. Makanya, sebelum belanja mata kuliah, mahasiswa pasti mampir dulu ke @uibaseng buat cek rekomendasi. Karena kebutuhan informasi yang tinggi dan terbatasnya alternatif media lain, ketergantungan mahasiswa terhadap akun @uibaseng makin tinggi setiap tahunnya. Kumpulan screenshotini jadi bukti nyata gimana masifnya penggunaan @uibaseng untuk tanya-jawab soal mata kuliah tiap musim SIAKWAR:

Screenshot

Masalah ini pun terus berulang setiap pergantian semester, tanpa solusi dari pihak kampus. Ketergantungan tinggi terhadap @uibaseng ini, meskipun praktis dan cepat, ternyata punya risiko besar, yaitu mahasiswa sering kali menerima informasi begitu saja tanpa proses verifikasi mendalam. Akibatnya, standar keakuratan informasi yang diharapkan mahasiswa menurun, dan mereka pun rentan terjebak informasi bias atau kurang akurat. 


Di sinilah muncul pertanyaan menarik yang ingin kami gali lebih dalam:

Bagaimana sih proses verifikasi informasi yang dilakukan mahasiswa UI terhadap akun @uibaseng saat memilih mata kuliah, dan bagaimana hal ini bisa mempengaruhi tingkat ketergantungan mereka terhadap media sosial?

Mengetahui proses verifikasi ini penting banget karena bisa menggambarkan sejauh mana mahasiswa mampu berpikir kritis terhadap informasi digital yang mereka konsumsi. Penelitian ini bermanfaat supaya pihak kampus sadar bahwa mereka harus lebih responsif, transparan, dan terbuka dalam menyediakan informasi akademik. Selain itu, mahasiswa juga bisa lebih aware bahwa ketergantungan yang berlebihan tanpa verifikasi bisa menurunkan kualitas keputusan akademik mereka sendiri. Melalui penelitian ini, kami berharap bisa memberikan rekomendasi nyata, supaya mahasiswa nggak lagi panik berlebihan setiap SIAKWAR dan punya sumber informasi akademik yang lebih bisa dipercaya.

Apa sih Teori Media Dependency itu?

Teori Ketergantungan Media atau Media Dependency Theory diperkenalkan oleh Sandra Ball-Rokeach dan Melvin DeFleur pada tahun 1976 sebagai upaya untuk menjelaskan keterikatan audiens terhadap media dalam memenuhi kebutuhan informasi mereka. Menurut Ball-Rokeach dan DeFleur (1976), ketergantungan terhadap media muncul ketika individu merasa bahwa media merupakan satu-satunya sumber yang mampu menyediakan informasi penting, baik untuk pemahaman sosial, pengambilan keputusan, maupun tujuan pribadi lainnya. Dalam konteks ini, semakin besar kebutuhan informasi dan semakin terbatas alternatif sumber lain, maka semakin tinggi ketergantungan seseorang terhadap media massa. Ball-Rokeach dan DeFleur (1976) menyatakan bahwa ketergantungan terbentuk saat media memenuhi fungsi sosial penting bagi khalayak, seperti menyediakan informasi, memberikan rasa aman, dan memfasilitasi adaptasi sosial. Akibatnya, media tidak hanya menjadi saluran informasi, tetapi juga sumber pengaruh sosial yang kuat. Ketergantungan ini tidak bersifat tetap, melainkan berubah tergantung situasi sosial, struktur sistem, dan peran yang dijalankan media dalam suatu masyarakat (Ball-Rokeach & DeFleur, 1976).

Apa Prinsip yang Digunakan dalam Seseorang Bergantung Terhadap Suatu Media? 

  1. Semakin tinggi kebutuhan informasi dan semakin terbatas sumber alternatif, maka semakin tinggi ketergantungan pada media.
  2. Semakin tinggi literasi media dan tingkat validasi sosial yang diterima, maka semakin rendah ketergantungan pada media.
  3. Semakin rendah literasi digital, maka semakin minim proses verifikasi yang dilakukan dan semakin tinggi ketergantungan pada media.

Terus, Apa Kaitannya Dengan Proses Verifikasi Informasi dan Pola  Ketergantungan Informasi di @uibaseng  

Kaitannya sangat jelas dong! ^_^ Penelitian kami juga memiliki kebaruan dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Kalau kalian amati, studi-studi terdahulu biasanya mengambil objek penelitian pada media tradisional seperti televisi dan radio, serta menganalisis ketergantungan media ketika situasi krisis seperti bencana alam atau konflik sosial—situasi yang tidak pasti. Penelitian kami memiliki kesamaan dengan studi-studi sebelumnya dengan menyoroti ketergantungan individu terhadap media sebagai sumber informasi utama dan bagaimana ketergantungan ini mempengaruhi sikap dan perilaku individu, terutama dalam pengambilan keputusan. 

Namun, kebaharuan penelitian kami adalah fokus pada media khusus platform digital X @uibaseng yang memungkinkan interaksi dua arah, partisipasi pengguna, serta jangkauan yang lebih luas dan dinamis. Berbeda dengan media tradisional pada semua objek penelitian sebelumnya yang satu arah dimana informasi yang diberikan tidak memiliki interaksi langsung antara pengirim dan penerima pesan dan jangkauannya terbatas— sehingga gapatau celah ini muncul karena ketimpangan media tradisional dan media khusus yang mempengaruhi bagaimana proses/tingkat dependency terjadi pada seseorang—dimana ini menjadikan kenapa penelitian kami menarik. Media sosial X tidak hanya menjadi sumber informasi, tetapi juga ruang diskusi dan tempat bertukar validasi sosial dengan adanya likes, comment/reply, dan retweet. Pola komunikasi antar pengguna yang berbeda ini memperdalam proses verifikasi informasi yang dilakukan seseorang didalamnya serta membentuk ketergantungan yang lebih kompleks. Penelitian seperti ini kurang mendapatkan perhatian pada penelitian sebelumnya dimana penekanan hanya kepada ketergantungan media tradisional dengan pendekatan kuantitatif dan deskriptif.   

Penelitian kami ini akan memperdalam pemahaman tentang bagaimana ketergantungan media tidak hanya berbicara tentang seberapa sering media digunakan, tetapi juga mengungkap bagaimana kualitas interaksi dan literasi seseorang mempengaruhi tingkat ketergantungan seseorang untuk percaya dan mengandalkan informasi @uibaseng untuk mengambil keputusan. Selain itu, penelitian ini akan memberikan kontribusi baru dengan memperkaya teori Media Dependency melalui perspektif yang lebih kontekstual dan relevan di era digital saat ini.

Yuk Gali Lebih dalam Tentang Permasalahan @uibaseng ini! 

Penelitian ini berangkat dari satu pandangan penting: mahasiswa bukan sekadar konsumen informasi, tapi juga aktor aktif yang membentuk makna. Karena itu, kami memakai paradigma post-positivis—kerangka pikir yang percaya bahwa kebenaran sosial bisa diteliti secara ilmiah, tapi tetap terbuka terhadap subjektivitas dan konteks (Guba & Lincoln, 1994). Dengan pendekatan ini, kami nggak cari “jawaban pasti,” tapi ingin mengetahui pola objektif proses verifikasi dan ketergantungan mahasiswa UI @uibaseng saat musim IRS tiba.

Kami pakai pendekatan kualitatif studi kasus (Yin, 2018) karena ingin mendalami kasus secara spesifik dan mendalam tertuju pada komunitas @uibaseng. Kami melakukan wawancara mendalam dengan tiga mahasiswa UI yang pernah menggunakan platform @uibaseng untuk belanja mata kuliah. Wawancaranya semi-terstruktur—ada panduan, tapi tetap fleksibel supaya obrolannya mengalir. Kami tanya soal kebiasaan mereka mengakses @uibaseng, alasan ketergantungan, dan bagaimana mereka memeriksa kebenaran info yang didapat. Nggak cuma itu, kami juga mengumpulkan tangkapan layar dari diskusi-diskusi populer di @uibaseng. Tujuannya? Biar bisa melihat pola komunikasi, dari cara mahasiswa bertanya sampai cara mereka saling bantu jawab.

Semua data ini kami olah pakai analisis tematik (Braun & Clarke, 2006). Kami tandai kutipan-kutipan penting, lalu mengelompokkan jadi tema seperti “Verifikasi Informasi”, “Alasan Bergabung”, “Validasi Informasi” dan lain sebagainya. Kami juga lakukan triangulasi—membandingkan hasil wawancara dan isi konten digital—buat memastikan temuan kami solid, nggak cuma berdasar satu sumber.

INI DIA PENEMUAN KAMI ‼️

Sebenarnya kenapa sih banyak mahasiswa memilih @uibaseng sebagai informasi pengambilan mata kuliah? 

Udah tau manfaatnya, sekarang apakah mahasiswa langsung percaya / bergantung pada informasi belanja mata kuliah di @uibaseng? 

Oh, tentu tidak. 

Oleh karena itu…..
Perkenalkan LALA dan LILY !! 🤩


Mereka merupakan gambaran karakter tipe pengguna @uibaseng yang akan membantu kalian memahami lebih dalam pola Media Dependency yang terjadi.

Jika dilihat dari temuan penelitian, proses verifikasi pengguna dibagi dalam dua tahap. Tahap awal validasi informasi dan tahap akhir verifikasi informasi. 

Lala dan Lily berjalan di kedua tahapan namun dengan cara yang berbeda. 

  • YUK kita analisis perilaku LALA terlebih dahulu!

Pada Tahap Awal – Validasi Informasi

Lala sebagai pengguna aktif X dianalisis lebih kritis dan selektif terhadap tahap awal verifikasi, mereka terbiasa dengan dinamika dan gaya komunikasi ekosistem X sehingga bisa membaca konteks maupun bias didalamnya—adakah kejanggalan informasi seperti likes dan reply yang sedikit, identitas pengirim pesan yang ternyata buzzer, gaya komunikasi yang tidak lumrah, dan lain-lain. Lala tidak sepenuhnya bergantung pada media @uibaseng sebagai satu-satunya sumber informasi. Mereka menggunakan media sosial sebagai pembuka informasi awal, namun tetap melakukan verifikasi mendalam hingga tahap akhir. Lala hanya percaya pada informasi digital yang telah disaring melalui mekanisme literasi digital pribadi. Artinya, pola ketergantungan Lala terhadap @uibaseng rendah karena Lala aktif melakukan pengecekan dan analisis kritis terhadap sumber dan isi informasi  sebelum mempercayainya sehingga tidak bergantung pada satu media tertentu. 

Pada Tahap Akhir – Verifikasi Informasi Sumber Lain

Lala sebagai pengguna aktif selalu berusaha mencari informasi tambahan, misalnya dari kakak tingkat yang pernah mengambil mata kuliah tersebut, sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Lala terus mencari sumber lain karena menyadari potensi bias yang bisa merugikan. Namun, jika tidak ada teman yang bisa ditanya atau waktunya terbatas, Lala mempercayai jawaban dari @uibaseng yang sudah disaring sejak tahap awal, karena lala memiliki pengalaman positif sebelumnya memilih mata kuliah yang tepat karena @uibaseng. Temuan ini memperluas prinsip media dependency bahwa ketergantungan media bergantung pada konteks sosial dan kebutuhan individu akan informasi: 

  1. Jika @uibaseng sudah terbukti memenuhi kebutuhan informasi secara efektif berdasarkan pengalaman positif sebelumnya, maka tingkat kepercayaan pengguna terhadap media tersebut akan meningkat, yang pada gilirannya memperkuat ketergantungan mereka pada @uibaseng. 
  2. Dalam situasi mendesak, seperti ketika waktu terbatas dan sumber alternatif lain untuk verifikasi (misalnya teman) tidak tersedia, pengguna cenderung lebih mengandalkan informasi yang cepat dan mudah diakses dari @uibaseng. Kondisi ini semakin memperkuat peran @uibaseng sebagai sumber utama informasi, sekaligus meningkatkan ketergantungan media secara signifikan.
  • Nah, lalu bagaimana dengan Lily? 

Pada Tahap Awal

Lily sebagai pengguna pasif X memvalidasi informasi tahap awal cenderung dangkal atau minim karena mereka tidak memahami konteks komunikasi ekosistem X atau mengenai akun yang biasanya valid. Pengguna pasif merasa cukup dengan melihat informasi hanya dari permukaan seperti likes dan komentar yang sedikit tanpa analisis lebih lanjut—sehingga Lily langsung percaya dengan informasi @uibaseng secara absolut. Lily tidak kritis terhadap informasi di @uibaseng sehingga tingkat ketergantungannya tinggi atau bisa disebut ketergantungan total.

Pada Tahap Akhir

Pada tahap akhir, Lily sebagai pengguna pasif tidak aktif mencari informasi di sumber lain dan tidak berusaha mencari teman untuk melakukan verifikasi informasi secara lanjutan. Berdasarkan penyaringan informasi yang dilakukan pada tahap awal, Lily cenderung langsung mempercayai analisis permukaan yang terlihat pada komentar dan interaksi di akun @uibaseng. Sikap ini sesuai dengan karakteristik pengguna pasif yang lebih banyak mengamati tanpa berpartisipasi aktif dalam diskusi atau pengecekan mendalam,  biasanya puas dengan informasi yang disajikan secara langsung dan mengandalkan indikator permukaan seperti jumlah likes atau komentar tanpa melakukan analisis kritis lebih lanjut. Fenomena ini juga didukung oleh penelitian yang menunjukkan bahwa pengguna pasif cenderung memiliki literasi digital yang terbatas dan kurang melakukan pengecekan silang terhadap informasi yang diterima.  Temuan ini membuktikan bahwa :  

  1. Pengguna pasif memiliki literasi digital yang rendah sehingga kedalaman verifikasi informasi rendah, artinya ketergantungan terhadap media meningkat 
  2. Durasi dan insentif penggunaan X membentuk pola tertentu berdasarkan intensitas penggunaan. Pola inilah yang kemudian memengaruhi tingkat literasi digital pengguna, yang mencakup kemampuan mereka dalam memahami dan memanfaatkan fitur media serta menilai kredibilitas informasi secara efektif.

Jadi, Intinya Apa?

Mahasiswa UI beneran bergantung banget sama akun Twitter/X @uibaseng buat nyari info akademik khususnya pas momen penuh drama, yaitu SIAKWAR. Menariknya, ternyata cara mereka memverifikasi info ini beda-beda banget lho! Ada mahasiswa yang emang aktif di Twitter/X, mereka ini kritis banget bakal cek-cek lagi, lihat siapa yang ngejawab, baca komentar-komentarnya, sampai lihat jumlah likes biar yakin infonya valid. Nah, tapi ada juga mahasiswa yang cuek-cuek aja alias pasif. Mereka ini biasanya langsung percaya aja info dari @uibaseng dan gak punya insentif untuk tanya ke teman atau bandingin info dengan media lain. Intinya, media dependency tinggi pada pengguna pasif dan rendah untuk pengguna aktif. Temuan inipun menguatkan teori media dependency yang bilang kalau kita akan semakin bergantung pada media tertentu saat kebutuhan informasi tinggi tapi akses ke sumber lain minim banget dimana ternyata ada faktor literasi media juga yang berperan didalamnya berdasarkan temuan kami. 

Pada akhirnya, hasil penelitian ini nggak cuma jadi PR buat kampus biar lebih responsif dan terbuka soal info akademik maupun riwayat dosen. Tapi juga buat kita semua, mahasiswa sebagai pengguna informasi agar tetap kritis, pinter-pinter ngecek ulang, dan nggak gampang percaya mentah-mentah. Biar ke depannya nggak cuma gampang nyari info, tapi juga dapet info yang bener-bener bisa diandalkan. Yuk, sama-sama jadikan momen ini buat kampus lebih peduli, dan buat kita sebagai mahasiswa lebih cerdas memilah informasi!

REFERENSI 

Ball-Rokeach, S. J., & DeFleur, M. L. (1976). A dependency model of mass-media effects. Communication Research.

Braun, V., & Clarke, V. (2006). Qualitative Research in Psychology, 3(2), 77–101.

Creswell, J. W., & Poth, C. N. (2018). Qualitative Inquiry and Research Design (4th ed.).

Guba, E. G., & Lincoln, Y. S. (1994). In Handbook of Qualitative Research.

Yin, R. K. (2018). Case Study Research and Applications.