Journalight

UI Journalism Studies

Research

Di Balik Suksesnya Regenerasi Organisasi, Begini Pentingnya Peran Kakak Tingkat

Apa, Sih Latar Belakangnya?  
Kelompok kami mencoba untuk meneliti alasan dibalik minimnya partisipasi mahasiswa dalam proses regenerasi BEM FISIP UI. Penelitian ini didasarkan oleh rasa keingintahuan kami ketika melihat sulitnya
pergantian kepengurusan BEM FISIP UI pada tahun 2024. Padahal, organisasi mahasiswa di perguruan tinggi itu memiliki peran penting dalam membentuk kepemimpinan, meningkatkan keterampilan
sosial, serta memperluas jaringan akademik dan profesional bagi para anggotanya (Planas et al., 2011; Shahabul et al., 2021).

Lebih jauh, salah satu aspek krusial dalam menjaga keberlanjutan organisasi mahasiswa adalah proses regenerasi kepengurusan, yaitu perpindahan tanggung jawab dari satu angkatan ke angkatan berikutnya
guna memastikan keberlangsungan organisasi. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FISIP UI, sebagai salah satu organisasi mahasiswa terbesar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia
(FISIP UI), menghadapi tantangan dalam mendorong partisipasi aktif mahasiswa dalam proses regenerasi kepengurusannya. Meskipun organisasi dinilai memiliki peran penting dalam membentuk kepemimpinan
dan menawarkan berbagai manfaat bagi anggotanya, nyatanya tidak semua mahasiswa tertarik atau terdorong untuk terlibat dalam kepengurusan.

Berbeda dengan beberapa organisasi mahasiswa lain yang menerapkan sistem kaderisasi, BEM FISIP UI mengadopsi sistem regenerasi berbasis angkatan. Dalam struktur kepengurusannya, pengurus inti diisi oleh mahasiswa tahun ketiga, badan pengurus umum oleh mahasiswa tahun kedua, dan staf oleh mahasiswa tahun pertama. Setiap tahunnya, struktur ini mengalami pergeseran, setiap angkatan secara otomatis naik jabatan untuk menggantikan posisi kepengurusan sebelumnya. Sistem ini memberikan kejelasan dalam proses regenerasi, tetapi turut menghadirkan tantangan tersendiri, seperti kesiapan setiap angkatan dalam menghadapi tanggung jawab yang lebih besar serta efektivitas komunikasi lintas angkatan dalam memastikan kelancaran transisi kepengurusan. Menurut Shahabul et al., 2021 terdapat berbagai faktor yang dapat memengaruhi partisipasi mahasiswa dalam regenerasi kepengurusan itu sendiri, seperti motivasi pribadi, budaya organisasi, pola komunikasi antar angkatan, serta dinamika sosial yang berkembang dalam lingkungan kampus.

Nah, dari hal di atas kita udah punya gambaran, dong kalau ternyata banyak faktor yang mempengaruhi proses regenerasi itu sendiri. Oleh karena itu, penelitian ini berfokus untuk memahami bagaimana mahasiswa FISIP UI mengalami proses regenerasi kepengurusan di BEM, mengidentifikasi faktor-faktor yang mendorong atau menghambat partisipasi mereka, serta bagaimana komunikasi antar angkatan memainkan peran dalam proses regenerasi ini.

Penelitian kami ini menggunakan pendekatan Grounded Theoryagar bisa mengeksplorasi pengalaman mahasiswa dalam proses regenerasi kepengurusan BEM FISIP UI, memahami motivasi dan tantangan yang mereka hadapi.

Ada Tiga Tinjauan Literatur yang Digunakan

● Organisasi Mahasiswa
Sebetulnya, definisi organisasi mahasiswa itu banyak. Dari jurnal yang kami dapatkan, organisasi mahasiswa itu bisa menjadi wadah pembentuk profesionalisme dalam hal pengambilan keputusan dan pembentukan sikap disiplin. Artinya, mahasiswa bisa berpartisipasi secara aktif melalui kegiatan yang berhubungan dengan pengembangan diri, pembelajaran serta pengabdian masyarakat. Bahkan, organisasi mahasiswa juga merupakan tempat yang memfasilitasi mahasiswa untuk belajar dalam
membentuk sikap demokratis melalui kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan politik dan pengembangan karakter (Hidayah & Sunarso, 2017).
Lebih jauh, organisasi mahasiswa ini diatur dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi pasal 14 ayat 2. Ayat tersebut menjelaskan bahwa organisasi mahasiswa diharapkan mampu memenuhi beberapa hal, diantaranya adalah mewadahi kegiatan mahasiswa, pengembangan kreativitas, membantu mahasiswa dalam pemenuhan minat dan kesejahteraannya serta pengembangan tanggung jawab sosial.

Terdapat dua konsep dalam organisasi itu sendiri, yakni dinamis dan statis. Konsep statis menggambarkan bagaimana sebuah organisasi berjalan secara berkesinambungan, di dalamnya ada tugas atau pekerjaan, anggota organisasi itu sendiri dan sistem yang ada sehingga tercapai tujuan bersama. Sedangkan konsep statis adalah sebuah struktur dan jaringan hubungan yang digunakan untuk mengevaluasi konsistensi organisasi dalam waktu tertentu (Hidayah & Sunarso, 2017). Kegiatan pengembangan mahasiswa diharapkan dapat meningkatkan potensi dan mutu pengetahuan serta kemampuan sikap mahasiswa (Saputri et al., 2023). Organisasi secara signifikan mendukung pencapaian sebuah tujuan melalui pandangan-pandangan pengetahuan (Maroddah et al., 2023).

● Partisipasi Mahasiswa
Beragam kesempatan yang ditawarkan oleh perguruan tinggi atau kampus selanjutnya mengundang partisipasi mahasiswa dalam bidang akademik maupun non-akademik. Partisipasi mahasiswa dalam konteks organisasi kampus merupakan bentuk keterlibatan aktif mahasiswa dalam berbagai aktivitas yang dilakukan di dalam organisasi kemahasiswaan seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Himpunan Mahasiswa (HM), Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), dan komunitas di dalam kampus.

Lebih lanjut, dalam Student Involvement Theory oleh Astin (1984), partisipasi merujuk pada jumlah energi fisik dan psikologis yang diberikan mahasiswa untuk pengalaman akademik, sosial, dan keterampilan
kepemimpinan mereka yang akan mereka dapatkan kembali dalam pembelajaran (Roberts & McNeese, 2010). Partisipasi mahasiswa dalam organisasi tidak hanya memberikan manfaat bagi individu, tetapi juga bagi komunitas kampus secara keseluruhan. Seringkali, manfaat yang diberikan menjadi motivasi untuk bergabung dan berpartisipasi di dalam organisasi kampus seperti untuk pengembangan karier dan orientasi masa depan (Holzweiss & Rahn, 2007). Terdapat pula sebuah studi yang menunjukkan
bahwa mahasiswa cenderung lebih aktif berpartisipasi dalam organisasi jika mereka merasa didukung oleh teman sebaya atau mentor yang memberi mereka dorongan dan bimbingan (Kitil & Asgedom, 2025). Dalam partisipasi mahasiswa ini, terdapat dua teori yang kami jadikan acuan,
yaitu Self Determination Theory (Gagne & Deci, 2005) dan Expectancy Theory (Munoz et al., 2015).

Self Determination Theory (Gagne & Deci, 2005) membedakan dua jenis motivasi yang memengaruhi partisipasi yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. SDT menyoroti motivasi intrinsik sebagai bentuk
motivasi yang ideal, dimana dorongan individu untuk berpartisipasi didorong karena minat pribadi dan rasa ingin tahu yang menarik dan memuaskan. Sedangkan motivasi ekstrinsik lebih menyoroti motivasi yang bersifat eksternal seperti regulasi yang teridentifikasi, penghargaan, pengakuan, atau tekanan sosial (Gagne & Deci, 2005). Disisi lain, Expectancy theory mengusulkan bahwa individu akan cenderung mengalokasikan waktu dan energi mereka yang terbatas untuk tindakan yang diharapkan dapat menghasilkan hasil yang positif (Munoz et al., 2015). Jadi, motivasi intrinsik maupun ekstrinsik itu didorong oleh dukungan sosial dan budaya organisasi yang kondusif, serta keyakinan,nilai, dan tujuan individu memberikan gambaran mengenai alasan yang mendorong partisipasi mahasiswa dalam organisasi (Eccles & Wigfield, 2002).

● Regenerasi
Konsep regenerasi menjadi penting tidak hanya untuk memastikan eksistensi organisasi yang berkelanjutan, tetapi juga untuk mengisi posisi kepemimpinan dengan orang yang tepat. Permatasari et al. (2024) menyebutkan bahwa regenerasi dalam konteks organisasi merujuk pada pembentukan susunan kepengurusan baru yang berkelanjutan dan bermanfaat. Dengan kata lain, regenerasi dapat dimaknai sebagai pembaruan generasi yang terjadi beriringan dengan suatu perubahan tertentu. Berangkat dari pemahaman ini, regenerasi dalam konteks organisasi mahasiswa berarti sebuah proses transisi yang memperbaharui generasi kepengurusan melalui pengelolaan sumber daya manusia demi keberlanjutan dan kebermanfaatan organisasi. Dalam hal ini, proses regenerasi meliputi perencanaan regenerasi atau suksesi yang komprehensif.

Menurut Rothwell (2001), tujuh tahap yang butuh dilakukan dalam perencanaan suksesi (succession planning) adalah membuat komitmen, menilai kebutuhan pekerjaan/orang saat ini, menilai kinerja individu, menilai kebutuhan pekerjaan/orang di masa mendatang, menilai potensi individu, menutup kesenjangan pengembangan, dan mengevaluasi program perencanaan dan pengelolaan suksesi. Berdasarkan model Seven-Pointed Star, benang merah dari proses regenerasi adalah komitmen dan
kebutuhan pengurus lama untuk menghadirkan pengurus baru yang potensial dalam melanjutkan semangat dan tanggung jawab organisasi.

Metode yang Digunakan
Kelompok kami menggunakan paradigma konstruktivis, dimana paradigma konstruktivis berpijak pada pemahaman dan makna individu yang dibangun atas pengalaman mereka melalui interaksi sosial (Charmaz, 2006). Nah, paradigma konstruktivis ini relevan untuk digunakan karena memungkinkan kami sebagai peneliti untuk mendapatkan pemahaman yang fleksibel mengenai bagaimana mahasiswa secara aktif membangun makna dari proses regenerasi. Kelompok kami menggunakan pendekatan kualitatif karena ingin fokus pada peran mahasiswa dalam memahami serta membentuk pola regenerasi kepemimpinan di lingkungan organisasi mahasiswa kampus. Oleh karena itu, kami menggunakan desain penelitian Grounded Theory yang bertujuan untuk mengembangkan teori baru berbasis data yang dihasilkan dari wawancara mendalam terhadap partisipan. Penelitian kami ini melakukan wawancara mendalam (in-depth interview) bersama dengan mahasiswa yang sesuai dengan kriteria, yakni
mereka yang pernah terlibat langsung dalam proses regenerasi kepengurusan BEM FISIP UI. Mulai dari Badan Pengurus Harian (BPH) inti maupun umum, staf yang dipersiapkan untuk melanjutkan kepengurusan ditahun berikutnya, mantan pengurus atau alumni yang telah mengalami proses regenerasi kepengurusan, serta mahasiswa yang pernah terlibat dalam seleksi regenerasi.

Teknik analisis penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu open coding, axial coding, dan selective coding. Open coding dilakukan dengan mengidentifikasi dan memberikan label pada konsep konsep utama dalam data wawancara, kemudian tahapan axial coding yaitu menganalisis hubungan antar kategori dan selective codingmerumuskan inti teori yang menjelaskan bagaimana mahasiswa memaknai dan mengalami proses regenerasi kepengurusan di BEM FISIP UI (Charmaz, 2006). Kami memilih teknik ini karena sifatnya yang fleksibel dan sistematis sehingga memungkinkan kelompok kami untuk untuk memahami pengalaman mahasiswa secara lebih mendalam tanpa harus terikat pada teori yang sudah ada.

Begini Hasilnya

(Bagan hasil kode proses in-depth interview)

Setelah melakukan in-depth interviewkelompok kami memperoleh 34 kode yang kemudian dikategorikan menjadi lima kategori utama. Lima kategori ini didapatkan setelah melakukan axial dan selective coding. Dari keempat informan yang kami wawancara, mereka menyatakan bahwa terdapat tuntutan dari kakak tingkat dalam proses regenerasi BEM FISIP UI. Selain itu, faktor kedekatan ternyata juga memengaruhi bagaimana kelancaran proses regenerasi ini dapat terwujud.

Nah, BEM FISIP UI sudah memiliki alur dalam proses regenerasi itu sendiri. Namun, tidak memiliki kaderisasi untuk pengurus selanjutnya. Informan kami juga menyampaikan bahwa linimasa yang padat dalam BEM FISIP UI juga memunculkan workload yang menumpuk sehingga membuat mereka trauma. Rasa trauma ini lalu menjadikan mereka enggan untuk meneruskan kepengurusan.

Lebih dari itu, rencana pribadi turut menjadi alasan utama mengapa fungsionaris tidak ingin berpartisipasi dalam regenerasi kepengurusan BEM FISIP UI karena terdapat prioritas yang perlu didahulukan. Hal-hal di atas kemudian membuat informan kami memikirkan kembali sebelum meneruskan kepengurusan BEM FISIP UI.

Temuan utama dari penelitian ini menunjukkan bahwa regenerasi dalam konteks organisasi mahasiswa BEM FISIP UI tidak dapat dipahami sebagai proses administratif dan berkelanjutan semata (Permatasari et al, 2024), melainkan sebagai proses sosial yang kompleks. Kami mengidentifikasi tiga elemen penting yang akan menjadi pusat dinamika regenerasi, yaitu peran kakak tingkat yang bersifat ambivalen sebagai pendorong sekaligus sumber tekanan, regenerasi yang adaptif, dan dinamika internal organisasi.

Dari temuan utama tersebut, penelitian ini berhasil merumuskan sebuah konsep baru yang dinamakan senior reinforcement. Konsep ini menekankan pada temuan penelitian yang menggambarkan peran
ambivalen kakak tingkat dalam proses regenerasi kepengurusan. Peran kakak tingkat dalam proses regenerasi organisasi mahasiswa BEM FISIP UI dapat dilihat sebagai motivator, sumber inspirasi, dan informasi bagi adik tingkat selaku pelaku regenerasi organisasi.

Senior reinforcement tidak hanya berfokus pada analisis peran struktural atau formal kakak tingkat, tetapi membantu mendefinisikan bahwa satu elemen terkuat keberhasilan regenerasi adalah dukungan interpersonal dari kakak tingkat atau senior organisasi. Hal ini dibuktikan dari banyaknya pengakuan bahwa peran kakak tingkat dalam pengambilan keputusan internal organisasi. Berkaitan dengan pernyataan tersebut, senior reinforcement juga memiliki implikasi yang penting dalam menciptakan
hubungan internal departemen atau biro yang suportif. Misalnya, para kakak tingkat dalam organisasi dapat mengupayakan hal ini dengan melanggengkan budaya organisasi, seperti TWTW (Tukar Wawasan
Tambah Wawasan) dan rapat regenerasi, yang menjadi perekat yang tertanam dalam hubungan antar pengurus.

Ini Kesimpulannya

Penelitian kami menunjukkan bahwa regenerasi kepengurusan dalam BEM FISIP UI bukan sekadar proses administratif belaka, lebih dari itu, terjadi sebuah proses sosial yang kompleks di dalamnya. Regenerasi dipengaruhi oleh interaksi antargenerasi, dinamika emosional, serta relasi interpersonal yang terbentuk dalam budaya organisasi. Senior Reinforcement menjadi temuan penting dalam penelitian ini, menjelaskan peran dualisme kakak tingkat sebagai pendorong sekaligus sumber tekanan dalam proses
regenerasi. Temuan ini memperluas pemahaman sebelumnya terkait partisipasi mahasiswa yang ternyata tidak hanya digerakkan oleh motivasi individu, seperti yang dijelaskan di dalam self determination theory(Gagné& Deci, 2005), tetapi dipengaruhi oleh konteks sosial yang terjadi disekitarnya.

Lebih dalam, keterlibatan mahasiswa dalam regenerasi dipengaruhi oleh kombinasi antara dukungan interpersonal, motivasi internal dan sistem organisasi yang adaptif. Jika motivasi tidak ditopang oleh lingkungan yang suportif atau sistem yang jelas, maka partisipasi cenderung akan menurun. Oleh karena itu, regenerasi yang berhasil tak hanya membutuhkan struktur formal, terdapat juga relasi yang sehat, ruang partisipasi yang terbuka serta sensitivitas terhadap kondisi kebutuhan antaranggota. Organisasi mahasiswa harusnya melihat regenerasi sebagai proses yang hidup dan berlapis, bukan sekadar produk teknis semata, agar keberlangsungan nilai dan kepemimpinan dalam organisasi dapat terus terjaga.

Saran, Nih

Kami menyadari adanya keterbatasan dalam hal ruang lingkup pengamatan, terutama karena keterbatasan waktu yang kami miliki. Oleh karena itu, saran utama untuk pengembangan riset selanjutnya adalah memperluas eksplorasi terhadap karakteristik tiap departemen dan biro di dalam BEM FISIP UI. Masing-masing unit memiliki dinamika kerja, struktur internal, serta budaya yang unik yang berpotensi membentuk pengalaman regenerasi yang berbeda-beda. Melihat dari sisi-sisi tersebut secara lebih mendalam dapat memberikan gambaran yang lebih utuh dan kontekstual mengenai proses regenerasi dalam organisasi mahasiswa.

Selain itu, konsep senior reinforcement yang ditemukan dalam penelitian kami ini sebaiknya diuji lebih lanjut pada jenis organisasi mahasiswa lain di luar lingkup struktural seperti BEM atau himpunan, misalnya dalam komunitas atau perkumpulan yang berbasis pada minat dan bakat seperti unit kegiatan tari, photography, dan lain-lain. Hal ini bertujuan untuk melihat apakah pola relasi antar generasi yang serupa juga terbentuk dalam konteks yang lebih cair dan berbasis minat. Terakhir, jika memungkinkan, pendekatan kuantitatif juga dapat dilakukan untuk memperkuat temuan dan mengukur sejauh mana pengaruh faktor-faktor seperti relasi senior—junior, motivasi, dan dinamika komunikasi terhadap keberhasilan regenerasi organisasi mahasiswa secara lebih luas dan terukur.

Kelompok Berlo- Metode Penelitian Komunikasi II (Kualitatif): Amin Rakil (amin.rakil@ui.ac.id), Fatyarastri Rasindrea Gantari (fatyarastri.rasindrea@ui.ac.id), Kezia Latifah Mumtaz ( kezia.latifah@ui.ac.id), Mochammad Daffa Ghiffary (m.daffa22@ui.ac.id), Zefanya Putri Dinanti Djuwana (zefanya.putri@ui.ac.id)

LEAVE A RESPONSE

Your email address will not be published. Required fields are marked *