Journalight

UI Journalism Studies

Research

Scroll, Tertarik, Checkout: Pengalaman Impulse Buying Mahasiswa FISIP UI di Live TikTok Shop

Pernahkah kamu menonton liveTikTok yang awalnya hanya sekedar scroll FYP, lalu tiba-tiba terhenti pada live streamingpenjual yang mempromosikan produknya–dan akhirnya, kamu melakukan pembelian secara spontan? Fenomena ini bukanlah hal yang asing, termasuk di kalangan mahasiswa. Belanja melalui fitur live streaming TikTok Shop kini tidak lagi sekedar dipandang sebagai aktivitas transaksi, melainkan telah berkembang menjadi sebuah pengalaman yang bersifat emosional, interaktif, dan terkadang impulsif—yang meskipun disertai penyesalan, tetap membuat pengguna kembali melakukannya. Pengalaman ini bahkan kerap dianggap sebagai bagian dari rutinitas digital harian. Dalam konteks ini, aktivitas scrolling di TikTok bukan lagi sekadar pengisi waktu luang, melainkan proses konsumsi yang berlangsung secara intens dan kadang tanpa disadari. Penggunaan algoritma yang mengarahkan pengguna pada konten relevan membuat pengalaman belanja semakin personal dan menggoda.

Di era society 5.0, belanja online bukan lagi sekadar transaksi, melainkan telah berkembang menjadi sebuah pengalaman yang bersifat personal, emosional, dan interaktif. Salah satu inovasi yang paling menonjol dalam dunia e-commerce saat ini adalah live streaming commerce,di mana proses jual beli tidak hanya terjadi dalam diam, tetapi berlangsung secara real-time, interaktif, dan penuh dinamika sosial. TikTok Shop, sebagai salah satu pelopor live streaming commerce, menghadirkan pengalaman interaktif yang menggoda: promo terbatas waktu, host yang energik, dan visualisasi produk yang meyakinkan. Hal ini memicu fenomena impulsive buying atau tindakan pembelian yang tidak direncanakan, dilakukan secara spontan dan didorong oleh emosi atau dorongan sesaat tanpa pertimbangan rasional yang mendalam (Chan et al., 2017). Dengan pengguna TikTok di Indonesia mencapai 107 juta jiwa (Statista, 2025), tak heran jika mahasiswa pun jadi sasaran empuk. 

Penelitian ini lahir dari keterbatasan temuan sebelumnya yang didominasi oleh pendekatan kuantitatif dan belum secara mendalam menggambarkan pengalaman subjektif konsumen dalam konteks pembelian impulsif melalui live streaming TikTok Shop. Untuk itu, penelitian ini akan menjawab pertanyaan utama yaitu apa alasan mahasiswa aktif FISIP UI melakukanimpulsive buying melaluilive streaming TikTok, serta bagaimana pengalaman mereka dalam melakukan pembelian tersebut? 

Konsep utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Model Stimulus-Organism-Response (S-O-R) (Mehrabian & Russel, 1974). Konsep ini menjelaskan bahwa perilaku seseorang merupakan hasil dari respons terhadap stimulus eksternal yang mempengaruhi kondisi internal (organism) individu, sebelum akhirnya menghasilkan suatu tindakan (response). Dalam konteks penelitian ini, stimulus dapat berupa konten live streaming; algoritma FYP, gaya komunikasi host, hingga promosi diskon terbatas; organism mencakup kondisi emosional dan kognitif seperti rasa penasaran, senang, atau FOMO; sementara response merujuk pada keputusan pembelian impulsif yang dilakukan mahasiswa. Model ini juga telah banyak digunakan dalam studi-studi terkini terkait live commerce, termasuk dalam penelitian oleh Zhu et al. (2020) yang menemukan bahwa elemen visual seperti pencahayaan, ekspresi host, hingga kecepatan respons terhadap komentar penonton memiliki pengaruh signifikan terhadap keterlibatan emosional pengguna. Dengan kata lain, TikTok Shop tidak hanya menyajikan produk, tetapi membungkusnya dalam pengalaman multi-indrawi yang terstruktur.

Untuk menjawab pertanyaan penelitian, digunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi yang memungkinkan untuk menggali lebih dalam pengalaman subjektif mahasiswa saat melakukan pembelian impulsif di TikTok Shop. Narasumber dipilih melalui teknik purposive sampling dengan kriteria sebagai berikut: mahasiswa aktif di FISIP UI, merupakan pengguna aktif TikTok, dan memiliki kebiasaan atau pengalaman berbelanja secara impulsif melalui fitur live streaming TikTok Shop. Penelitian diikuti oleh total 3 narasumber yang masing-masing berasal dari jurusan yang berbeda di FISIP UI, untuk memastikan keberagaman perspektif dalam melihat fenomena impulse buyingmelalui live streaming pada TikTok Shop. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah in-depth interviewatau wawancara mendalam yang kemudian seluruh data hasil wawancara dianalisis menggunakan teknik analisis tematik, yang terdiri dari proses transkrip wawancara mendalam, pengkodean terbuka, axial coding, hingga selective coding. Untuk memperkuat visualisasi temuan, hasil coding yang telah diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam platform WordArt untuk melihat kata-kata atau konsep yang paling dominan muncul dari narasi informasi. Visualisasi ini membantu peneliti mengidentifikasi tema-tema kunci secara lebih intuitif dan komunikatif. 

Gambar 1. Hasil Coding

Paparan yang Menjebak: Saat FYP Mengarahkan Jari ke “Keranjang Kuning”

Sebagian besar narasumber mengakui bahwa mereka tidak berniat membeli ketika pertama kali membuka TikTok. Namun, kemunculan live streaming penjualan di For You Page (FYP) secara berkala menciptakan kebiasaan baru.

“Kalau muncul di FYP dan lagi relevan banget sama yang gue cari, pasti gue tontonin”

Bagi mereka, FYP bekerja seperti jalan masuk yang tak disadari menuju keputusan pembelian.

Host yang enerjik, cara berbicara yang meyakinkan, dan visualisasi produk yang jelas menjadi kombinasi ampuh untuk membuat pengguna bertahan di live. Salah satu narasumber bahkan berkata,

“Host-nya lucu, jadi gue stay nonton padahal awalnya nggak niat beli.”

Dalam konteks model Stimulus-Organism-Response (S-O-R), paparan terhadap konten liveTikTok Shop merupakan stimulus yang mendorong keterlibatan emosional. Menurut Lee dan Chen (2021), stimulus seperti ini menimbulkan pleasure dan arousal,yang kemudian memperbesar kemungkinan terjadinya perilaku impulsif. Paparan yang menarik dan berulang memicu kondisi emosional yang terbuka terhadap pengaruh promosi.

Fenomena ini memperlihatkan bagaimana algoritma yang bekerja secara otomatis dapat membentuk pola perilaku baru pada pengguna, termasuk mahasiswa. TikTok bukan hanya platform hiburan, tetapi telah berevolusi menjadi mesin persuasi yang menyatu dalam rutinitas digital generasi muda. Tidak mengherankan jika aktivitas sekadar scrollFYP berubah menjadi pengalaman emosional yang intens dan berujung pada tindakan pembelian.

Diskon dan Produk Relevan: Godaan yang Sulit Ditolak

Narasumber sepakat bahwa diskon besar, flash sale, serta promo waktu terbatas adalah alasan utama mereka melakukan pembelian impulsif.

“Gue beli soalnya ada flash sale tengah malam. Harganya jadi jauh lebih murah dari biasanya”

Sementara narasumber lain menambahkan,

“Satu barang 200 ribu, tapi di live bisa dapet tiga. Gila sih.”

Ketika produk yang ditampilkan juga relevan dengan minat atau kebutuhan mereka, dorongan untuk membeli semakin kuat. Hal ini menegaskan bahwa dalam kerangka impulse buying behavior (Chan et al., 2017), keputusan pembelian impulsif sangat dipengaruhi oleh kombinasi antara kondisi emosional sesaat dan tawaran yang sulit ditolak.

Diskon dan relevansi menjadi stimulus kuat yang memicu keinginan mendadak (organism) dan mendorong tindakan membeli (response). TikTok Shop, melalui live streaming-nya, telah merekayasa pengalaman belanja yang mampu mengaktifkan dorongan emosional secara instan.

Tak hanya harga, kombinasi strategi pemasaran digital seperti urgency cues (hitung mundur flash sale), scarcity messages (stok tinggal sedikit), dan testimoni pembeli lain juga memperkuat efek dorongan tersebut. Semua itu menjadikan pengalaman belanja terasa mendesak sekaligus memuaskan secara emosional.

Pengalaman Belanja yang Emosional dan Kadang Nyesek

Tidak semua pengalaman belanja impulsif berakhir bahagia. Narasumber mengalami berbagai emosi, mulai dari puas hingga penyesalan.

“Gue beli jam 2 pagi BH tempel. Padahal gue nggak butuh. Tapi videonya lucu dan harganya murah.”

Ungkap salah satu informan dengan nada geli. Pengalaman ini menunjukkan bahwa keputusan mereka bukan karena kebutuhan, tapi karena momen emosional yang muncul seketika.

Live streaming menciptakan interaksi dua arah yang berbeda dari e-commerce konvensional. Beberapa informan menyebut pengalaman ini lebih engaging karena bisa langsung menanyakan detail produk ke host dan melihat barang secara real-time.

“Di TikTok tuh beda, karena bisa nanya langsung, jadi kayak lebih percaya aja gitu,”ujar salah satu dari mereka.

Namun, setelah pembelian, perasaan campur aduk muncul.

“Jujur kadang nyesel sih, tapi ada juga yang gue puas banget karena kepake.”

Kata seorang narasumber. Beberapa narasumber merasa mendapatkan nilai lebih, sementara yang lain merasa tertipu oleh ekspektasi yang dibangun selama live.

Gambar 2. Ilustrasi Perasaan Kecewa Setelah Membeli

Temuan ini memperkuat tahap organism dalam model S-O-R, di mana emosi seperti penasaran, excited, bahkan FOMO (fear of missing out) menjadi bagian dari proses psikologis yang mendahului tindakan. Dalam penelitian Gulfraz et al. (2022), hal serupa juga ditemukan dalam pembelian impulsif yang sering kali merupakan hasil dari kombinasi emosi sesaat dan konteks sosial yang intens.

Evaluasi Setelah Belanja: Antara Nyaman dan Kapok

Setelah transaksi selesai, narasumber melakukan evaluasi terhadap produk dan fitur TikTok Shop. Pengalaman yang memuaskan membuat mereka cenderung kembali membeli. Namun, pengalaman buruk bisa langsung memutus ketertarikan mereka terhadap toko tertentu.

“Gue pernah beli dress 25 ribu, pas nyampe robek. Jadi kapok sih dari toko itu.”

Cerita salah satu informan. Sebaliknya, fitur-fitur seperti keranjang kuning, banner informasi, dan sistem pembayaran instan dianggap sangat membantu.

“Gue suka fitur keranjang live-nya, jadi nggak ribet harus keluar aplikasi,” ujar informan lain.

Evaluasi ini menjadi penentu apakah pengalaman impulsif akan diulang atau dihentikan. Dalam konteks konsep S-O-R, fase ini adalah respons lanjutan: apakah akan terjadi repeat buyingatau penghindaran.

Pola Baru: Menanti Live Dulu Baru Beli

Yang menarik, sebagian besar informan mengaku kini terbiasa mengecek apakah toko sedang live sebelum memutuskan membeli. Ini menunjukkan pergeseran pola konsumsi. Jika sebelumnya belanja dilakukan berdasarkan kebutuhan, kini keputusan muncul dari momentum.

Gambar 3. Ilustrasi Menanti Live Sebelum Memutuskan Membeli Suatu Barang

“Awalnya coba-coba aja beli, tapi karena cocok, jadi gue beli lagi barang yang sama,”

“Kalau mau beli barang sekarang, gue suka tungguin dia live dulu, soalnya biasanya ada promo,”

Bahkan ada yang menyebut bahwa dirinya lebih percaya dengan review dan penawaran yang muncul di live dibanding platform lain.

Model S-O-R tidak hanya menjelaskan satu tindakan, tetapi juga proses berulang. Gulfraz et al. (2022) mencatat bahwa pengalaman menyenangkan dari belanja impulsif bisa menjadi kebiasaan yang membentuk loyalitas jangka panjang.

Hal ini juga mengisyaratkan pergeseran dari pola belanja berbasis kebutuhan menjadi belanja berbasis hiburan dan waktu senggang. Mahasiswa tidak sekadar berbelanja, tetapi mencari kesenangan, distraksi, dan interaksi dari pengalaman berbelanja itu sendiri.

Di Balik Keranjang Kuning, Ada Psikologi Konsumsi yang Kompleks

Penelitian ini menunjukkan bahwa keputusan impulsif mahasiswa FISIP UI dalam membeli produk melalui TikTok Shop tidak terjadi secara acak. Ia merupakan hasil dari proses psikologis yang dipicu oleh rangsangan digital, yaitu dari algoritma FYP, interaksi dengan host, hingga diskon terbatas yang memancing emosi. Model Stimulus-Organism-Responsedapat digunakan untukmenjelaskan bagaimana stimulus yang dirancang secara visual dan emosional dapat memicu kondisi psikologis yang akhirnya menghasilkan tindakan pembelian. Ketika pengalaman tersebut memuaskan, ia bisa berkembang menjadi kebiasaan baru yang bersifat situasional dan berulang.

Apa yang Bisa Kita Pelajari?

  1. Konsumen, yang dalam hal ini merupakan mahasiswa, tidak lagi berperan sebagai aktor pasif. Mereka terlibat secara emosional dan kognitif dalam pengalaman belanja digital. Namun, paparan yang terus-menerus dan fitur interaktif bisa membentuk perilaku yang sulit dikendalikan secara rasional.
  2. Saat ini, TikTok Shop bukan lagi sekedar platform untuk sarana jual beli, melainkan ruang hiburan sekaligus persuasi. Ia menyatukan hiburan dan transaksi, menciptakan pengalaman yang menggoda sekaligus memengaruhi psikologi konsumen. Belanja kini menjadi bagian dari aktivitas rekreatif dan sosial.
  3. Penting bagi konsumen untuk menyadari bagaimana pola algoritmik bekerja membentuk kebiasaan, dan mulai membangun kontrol serta kesadaran terhadap dorongan impulsif yang muncul dari pengalaman visual dan sosial yang diciptakan platform. 
  4. Temuan ini juga memberikan wawasan kepada pelaku bisnis bahwa pengalaman emosional yang positif dapat menciptakan loyalitas. Desain interaksi live, kredibilitas host, dan kecepatan transaksi memainkan peran kunci dalam membentuk keputusan impulsif.

Pada akhirnya, penelitian ini membuka ruang refleksi, yaitu di balik kemudahan satu klik beli di keranjang kuning, ada sistem besar yang mempengaruhi cara kita merasa, berpikir, dan mengambil keputusan. Mengenali sistem adalah salah satu langkah yang bisa kita lakukan agar tetap jadi pengguna yang sadar, bukan korban dari impulsif semata. Barangkali dalam satu kali scroll di FYP dan klik di keranjang kuning, yang kita cari bukan cuma barang diskon. Tapi juga pengalihan dari tugas menumpuk, pelarian dari tekanan hidup kampus, atau sekadar rasa senang sesaat yang bisa dibeli murah. 

TikTok Shop memang jago membungkus godaan dalam bentuk hiburan. Tapi sebagai konsumen, kita juga harus bisa belajar membungkus kesadaran dalam setiap klik.

Infografis:

Gambar 4. Infografis

Ditulis oleh:
Nefertiti Gayla Garibaldi (nefertiti.gayla@ui.ac.id); Nadhira Aulia (nadhira.aulia@ui.ac.id); Farsya Alevia Khairunisa (farsya.alevia@ui.ac.id); Rafflesya Aqila Mirzasis Yumna (rafflesya.aqila@ui.ac.id); Wilhelmina Inara Nediva (wilhelmina.inara@ui.ac.id)
Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia

Daftar Pustaka:

Ceci, L. (2025). Countries with the largest TikTok audience as of February 2025. Statista. https://www.statista.com/statistics/1299807/number-of-monthly-unique-tiktok-users/

Chan, T. K. H., Cheung, C. M. K., & Lee, Z. W. Y. (2017). The State of Online Impulse-Buying Research: A Literature Analysis. Information & Management, 54(2), 204-217.

Gulfraz, M. B., Sufyan, M., Mustak, M., Salminen, J., & Srivastava, D. K. (2022). Understanding The Impact of Online Customers’ Shopping Experience on Online Impulsive Buying: A study on Two Leading E-commerce Platforms. Journal Retailing and Consumer Services, 68, 103000.

Lee, C. H., & Chen, C. w. (2021). Impulse Buying Behaviors in Live Streaming Commerce Based on the Stimulus-Organism-Response Framework. Information, 12(6), 241.Zhu, L., Li, H., Wang, F. K., He, W., & Tian, Z. (2020). How Online Reviews Affect Purchase Intention: A New Model Based On The Stimulus-Organism-Response (S-O-R) Framework. Journal of Information Management, 72(4), 463-488.

LEAVE A RESPONSE

Your email address will not be published. Required fields are marked *