Journalight

UI Journalism Studies

Research

A Dump Account: Ruang Digital Aman Tanpa Kritikan

Media Sosial, Identitas, dan Kebutuhan Ekspresi Emosi

Instagram sudah jadi bagian tak terpisahkan dari keseharian generasi muda. Tapi, alih-alih menjadi tempat bebas berbagi momen, banyak pengguna justru merasa terjebak dalam tuntutan untuk selalu tampil sempurna. Feeds harus estetik, caption harus catchy, dan citra diri pun seolah harus dijaga terus-menerus. Di tengah tekanan itu, muncul pertanyaan: bagaimana seseorang bisa mengekspresikan perasaannya dengan jujur jika media sosial justru menjadi ruang yang penuh tuntutan?

Instagram dan Dump Account

Dalam era digital saat ini, media sosial bukan hanya sarana berbagi informasi atau foto, tapi juga ruang untuk membentuk identitas diri dan menyalurkan emosi. Bagi generasi Z, Instagram menjadi platform utama untuk mencurahkan cerita dan perasaan melalui konten visual. Namun, tekanan untuk selalu menampilkan “kehidupan ideal” di akun utama membuat banyak pengguna merasa tak lagi punya ruang aman untuk mengekspresikan sisi personal mereka. Beberapa hal di atas menjadi alasan banyak orang beralih dan menjadi lebih aktif di dump account. Dump account adalah akun alternatif Instagram yang digunakan secara lebih santai, bebas, dan spontan. Berbeda dari akun utama yang penuh pencitraan, dump account lebih menyerupai ruang pribadi di mana pengguna bisa unggah foto acak, refleksi pribadi, atau momen emosional tanpa merasa diawasi atau dinilai, meskipun akunnya tetap bisa dilihat publik.


Menariknya, ini bukan fenomena yang jarang terjadi. Menurut data Goodstats.id (2024), 57% pengguna Instagram di Indonesia memiliki akun kedua, termasuk dump account. Angka ini mencerminkan kebutuhan besar akan ruang ekspresi yang lebih autentik dan lepas dari tekanan sosial.

Fenomena ini menjadi titik awal dari penelitian kami,

yang bertujuan menggali bagaimana penggunaan dump account sebagai bentuk jurnal foto digital dapat membantu generasi Z dalam meregulasi emosi mereka. Hal ini juga sejalan dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Scott et al. (2023) dan Pluta et al. (2021), terkait pemilihan media untuk mengekspresikan aspek emosional dan pribadi di ranah digital. Dengan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam, observasi digital, dan teknik photo elicitation interview, kami mendalami pengalaman subjektif para pengguna dump account. Penelitian ini didukung oleh konsep-konsep seperti online self-disclosure, social sharing of emotions, dan Uses and Gratifications Theory (UGT) untuk memahami lebih dalam relasi antara ekspresi diri di media sosial dan kesejahteraan emosional mereka.

Di Balik Maraknya Penggunaan Dump Account 🧑‍💻

Untuk memahami lebih dalam bagaimana dump account digunakan sebagai bentuk jurnal foto digital atau media untuk ekspresi dan regulasi emosi, penelitian ini mengacu pada tiga konsep utama, yaitu online self-disclosure,social sharing of emotions, danUses and Gratifications Theory (UGT). Ketiganya membantu menjelaskan bagaimana individu memaknai penggunaan media sosial sebagai ruang ekspresi personal di tengah tekanan sosial digital.

1. Online Self-Disclosure

Konsep online self-disclosure merujuk pada kecenderungan seseorang untuk secara sukarela membagikan informasi pribadi, pikiran, dan perasaannya melalui media online. Dibandingkan dengan interaksi langsung, komunikasi berbasis platform digital cenderung membuka ruang yang lebih leluasa untuk bersikap terbuka, terutama ketika pengguna merasa audiensnya terbatas atau tidak terlalu menghakimi. Dalam konteks dump account, praktik self-disclosure ini menjadi lebih mudah dilakukan. Informan merasa lebih bebas untuk mengekspresikan hal-hal yang tidak bisa mereka unggah di akun utama. Baik dalam bentuk foto, video, maupun caption reflektif, pengguna memanfaatkan dump account untuk membagikan sisi emosional mereka tanpa rasa takut dinilai atau dilihat oleh orang-orang yang tidak dekat secara personal.

2. Social Sharing of Emotions

Berkaitan erat dengan konsep sebelumnya, social sharing of emotions menjelaskan bagaimana individu secara alami terdorong untuk membagikan pengalaman emosional baik yang menyenangkan maupun menyedihkan kepada orang lain, sebagai bentuk pencarian dukungan atau validasi. Menurut Rimé (2009), berbagi emosi bukan hanya soal curhat, tapi juga bagian dari proses mengelola dan memahami perasaan diri sendiri.Dump account menjadi media untuk itu. Pengguna sering membagikan konten yang berisi memori personal, suasana hati, bahkan momen-momen yang tidak sempat dibagikan di dunia nyata. Terkadang, mereka tidak mencari respons besar dari audiens, cukup dengan mengetahui bahwa unggahan tersebut ada yang melihat dan mengerti dengan postingan mereka saja sudah cukup untuk memberikan rasa lega.

3. Uses and Gratifications Theory (UGT)

Teori ini membantu menjelaskan alasan mengapa seseorang memilih dump account dibandingkan akun utama. Dalam Uses and Gratifications Theory (Blumler & Katz, 1974), individu secara aktif memilih media tertentu berdasarkan kebutuhan atau kepuasan yang ingin mereka dapatkan, seperti kebutuhan akan hiburan, ekspresi diri, pelarian emosional, atau hubungan sosial.Dalam konteks penelitian ini, dump account menjadi sarana untuk memenuhi kebutuhan akan ekspresi jujur dan regulasi emosi. Alih-alih menggunakan akun utama yang penuh tekanan dan ekspektasi sosial, pengguna lebih memilih dump account karena bisa mengunggah konten tanpa harus mempertimbangkan estetika, jumlah likes, atau citra diri yang harus dijaga.

Kerangka Penelitian

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian

Penelitian ini ingin melihat bagaimana penggunaan dump account Instagram berperan sebagai sarana regulasi emosi bagi generasi Z. Ketiga teori dan konsep utama dalam penelitian ini saling terhubung dengan memberikan kerangka teoritis untuk memahami bagaimana aktivitas berbagi secara digital bisa menjadi bentuk ekspresi emosi yang bermakna. Ini memperkuat pemahaman bahwa dump account adalah bentuk jurnal foto digital, yang tidak hanya mendokumentasikan momen, tetapi juga membantu pengguna dalam proses regulasi emosi.

Metode dan Teknik Pengumpulan Data Penelitian 📝

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode fenomenologi untuk memahami pengalaman subjektif pengguna dalam menggunakan dump account sebagai jurnal foto digital dalam proses regulasi emosi. Pendekatan fenomenologi dipilih karena mampu mengungkap makna terdalam dari pengalaman hidup partisipan, tidak hanya dari perilaku yang tampak di permukaan, tetapi juga dari refleksi personal yang melekat dalam tindakan mereka. Untuk menggali kompleksitas pengalaman tersebut, digunakan tiga teknik utama dalam pengumpulan data, yaitu observasi digital, wawancara mendalam, dan photo elicitation interview. Ketiga teknik ini tidak hanya digunakan secara terpisah, melainkan saling melengkapi melalui proses triangulasi metode, yaitu upaya membandingkan dan mengkonfirmasi data dari berbagai sumber untuk meningkatkan keabsahan dan kedalaman temuan.

Proses pengumpulan data diawali dengan observasi digital terhadap dump account partisipan. Observasi ini dilakukan dengan mengamati aktivitas autentik pengguna dalam ruang digital mereka. Fokus observasi meliputi pola unggahan, jenis konten visual yang dibagikan, gaya penulisan caption, serta bentuk interaksi yang terjadi antara pengguna dan pengikut mereka. Tahapan ini penting sebagai landasan awal untuk mengenali konteks penggunaan akun, membangun pemahaman terhadap kebiasaan pengguna, serta mengidentifikasi konten-konten yang berpotensi mengandung makna emosional. Informasi yang diperoleh dari observasi ini kemudian menjadi pijakan dalam menyusun pertanyaan yang lebih kontekstual dan spesifik pada tahap wawancara berikutnya.

Setelah mendapatkan pemahaman awal dari observasi digital, peneliti melanjutkan proses dengan melakukan wawancara mendalam terhadap partisipan yang telah memenuhi kriteria penelitian. Wawancara ini bersifat semi-terstruktur, memberikan ruang bagi partisipan untuk mengembangkan narasi pribadi mereka dengan bebas, sambil tetap diarahkan pada topik-topik utama yang ingin digali. Tujuan dari wawancara ini adalah mengeksplorasi bagaimana partisipan memaknai penggunaan dump account, apa yang mereka rasakan ketika mengunggah konten, serta bagaimana proses tersebut berkontribusi terhadap regulasi emosi mereka. Wawancara ini juga menjadi ruang aman bagi partisipan untuk mengekspresikan hal-hal yang mungkin tidak terlihat dari unggahan mereka, termasuk latar belakang emosional di balik setiap tindakan digital yang dilakukan.

Dalam upaya memperdalam pemahaman terhadap aspek visual dan simbolik dari konten yang dibagikan, teknik photo elicitation interview digunakan sebagai pelengkap wawancara. Dalam sesi ini, partisipan diminta untuk memilih beberapa unggahan dari dump account mereka yang dianggap paling bermakna secara emosional. Foto-foto tersebut kemudian digunakan sebagai pemicu diskusi, mendorong partisipan untuk menggali kembali emosi, kenangan, atau refleksi yang mungkin sulit diungkapkan hanya dengan kata-kata. Visual berperan sebagai jembatan antara pengalaman internal dan ekspresi luar, memunculkan dimensi pengalaman yang lebih dalam dan autentik. Teknik ini terbukti efektif untuk memunculkan narasi yang lebih kaya dan reflektif, karena citra visual mampu membangkitkan memori dan emosi yang bersifat personal dan tak jarang laten.

Ketiga teknik ini saling memperkuat dalam kerangka triangulasi metode. Observasi digital memberikan gambaran nyata mengenai bagaimana pengguna mengekspresikan diri di ruang daring, wawancara mendalam membuka lapisan makna dan motivasi di balik tindakan tersebut, sementara photo elicitation interview menjembatani keduanya dengan eksplorasi visual yang bersifat emosional. Ketika temuan dari ketiga teknik ini saling mendukung, maka validitas data semakin kuat. Sebaliknya, jika terdapat ketidaksesuaian, hal tersebut justru menjadi peluang untuk menggali lebih dalam kompleksitas subjektivitas partisipan. Dengan demikian, proses pengumpulan data ini tidak hanya memberikan informasi deskriptif, tetapi juga memperkaya pemahaman tentang bagaimana media sosial digunakan sebagai ruang ekspresi emosional dan refleksi personal oleh generasi muda di era digital.

Photo Elicitation Interview 📸

Salah satu teknik utama dalam penelitian ini adalah photo elicitation interview, yaitu metode wawancara yang menggunakan foto atau unggahan visual sebagai pemantik wawancara atau memulai titik awal diskusi. Pendekatan photo elicitationkami pilih sebagai metode utama dengan harapan dapat menggali pengalaman, motivasi, serta dampak emosional dari penggunaan dump account. Selama wawancara, partisipan diminta memilih beberapa unggahan yang menurut mereka memiliki makna emosional atau yang paling merepresentasikan emosi tertentu. Foto-foto yang dipilih bisa berasal dari unggahan partisipan sendiri di dump account mereka. Dengan menunjuk dan menjelaskan langsung gambar-gambar tersebut, informan cenderung lebih terbuka, reflektif, dan bebas dalam mengungkapkan perasaan mereka. Dari sini, peneliti dapat mengeksplorasi lebih dalam hubungan antara ekspresi visual dan proses regulasi emosi yang dialami. Teknik ini terbukti mampu menggali lapisan-lapisan makna yang tidak muncul dalam wawancara biasa, karena visual membangkitkan kenangan dan emosi yang mendalam (Harper, 2002).

Metode Pengolahan Data 📊

Setelah transkrip dari wawancara dan Photo Elicitation Interviewlengkap,data dianalisis menggunakan aplikasi bantu bernama Taguette. Aplikasi ini digunakan untuk melakukan coding, yaitu proses memberi label atau “tag” pada kutipan-kutipan penting dalam transkrip yang relevan dengan fokus penelitian. Kami membaca ulang setiap transkrip secara cermat, lalu menandai bagian-bagian yang mencerminkan tema seperti regulasi emosi, kebebasan ekspresi, atau autentisitas. Setiap kutipan diberi tag sesuai kategori tematik yang telah dirumuskan berdasarkan teori. Hasil dari proses ini membantu peneliti mengidentifikasi pola makna dan mengorganisasi temuan dengan lebih sistematis.

Pola Temuan

Gambar 2. Word-clouds

Sebelum membahas temuan lebih lanjut, visualisasi word cloud berikut memberikan gambaran awal tentang tema-tema dominan yang muncul dari hasil analisis transkrip wawancara. Word cloud ini disusun berdasarkan frekuensi tag yang digunakan selama proses pengodean data. Terlihat bahwa istilah seperti “Kebebasan Ekspresi”, “Regulasi Emosi”, dan “Konten” paling sering muncul, menandakan bahwa dump account banyak dimaknai sebagai ruang untuk mengekspresikan diri secara jujur dan emosional. Kata-kata lain seperti nyaman, bahagia, dan motivasi memperkuat temuan bahwa dump account tidak sekadar tempat berbagi konten, melainkan juga alat bantu untuk menjaga kesehatan emosional pengguna.

Jurnal Foto Digital: Bukan Sekadar Foto, Tapi Juga Menyimpan Perasaan

Gambar 3. Kutipan Temuan 1

Banyak partisipan menjadikan dump account sebagai semacam album digital pribadi yang mencatat perasaan dan momen emosional mereka. Setiap unggahan bukan hanya visual, tapi juga menyimpan kenangan, pemikiran, dan emosi yang mereka rasakan. Dump account menjadi tempat yang bisa mereka buka kembali saat ingin mengingat dan mengenang memori mereka.

“Jadi dump account ini sebagai album foto aku. Ketika nanti aku pengen ngeliat, tinggal buka aja.”
WI, 21 tahun, Wawancara 16 April 2025.

Konsep ini selaras dengan gagasan bahwa dump account bukan hanya tempat curhat sesaat, tapi bentuk dokumentasi emosional yang bermakna dan dekat secara personal. Temuan ini juga relevan dengan Uses and Gratifications Theory (UGT), di mana media sosial dipakai secara aktif untuk memenuhi kebutuhan ekspresi dan refleksi diri.

Gak Estetik, Gak Masalah, Yang Penting Jujur

Gambar 4. Kutipan Temuan 2

Tidak seperti akun utama yang dipenuhi tuntutan estetik dan “branding diri”, dump account memberi kebebasan untuk unggah apa saja, meski fotonya blur, nggak nyambung, atau caption-nya cuma satu kata. Justru karena itu, tempat ini terasa lebih jujur dan personal.

“Kalau main account kan harus yang cantik, indah, bagus gitu ya. Kalau dump tuh aku bisa upload apa aja, dan aku gak harus mikirin orang ngeliat ini jelek atau enggak.”
FRD, 20 tahun, Wawancara 17 April 2025.Dalam dunia digital yang penuh tuntutan estetika dan pencitraan, kehadiran ruang semacam ini menjadi penting untuk menjaga kewarasan emosional para pengguna muda. Temuan ini berhubungan erat dengan konsep self-disclosure dan authenticity, di mana pengguna merasa lebih lepas, jujur, dan bebas dalam menyampaikan diri secara apa adanya tanpa tekanan sosial.

Validasi Emosi dari Lingkaran Kecil Tapi Berarti

Gambar 4. Kutipan Temuan 4

Walau audiens dump account terbatas, interaksi yang muncul seringkali jauh lebih bermakna. Komentar pendek atau like dari orang dekat bisa memberikan rasa diperhatikan, yang justru sangat dibutuhkan ketika sedang berada dalam kondisi emosional tertentu.

“Ada yang like, komen, reply story. Rasanya kayak, oh ada yang liat.”
AK, 21 tahun, Wawancara 15 April 2025.Respons ini memberikan perasaan bahwa mereka tidak sendirian, ada orang lain yang melihat, mengerti, dan peduli. Hal ini mencerminkan konsep social sharing of emotions dan memperkuat gagasan bahwa ekspresi emosional secara daring bisa menjadi jembatan untuk menciptakan koneksi sosial yang lebih dalam.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Implikasi Teoretis

Penelitian ini memberikan kontribusi pada literatur komunikasi digital dan psikologi media, khususnya dalam konteks online self-disclosure, social sharing of emotions, dan Uses and Gratifications Theory dalam konteks lokal (Generasi Z di Indonesia). Temuan ini memperkaya pemahaman tentang bagaimana media sosial, khususnya dump account, berperan dalam regulasi emosi di kalangan pengguna muda.

Implikasi Praktis

Penggunaan jurnal foto digital di dump account terbukti menjadi alat yang bermanfaat untuk refleksi diri dan pengelolaan emosi, yang pada gilirannya membantu kesejahteraan psikologis generasi muda. Dengan adanya ruang yang lebih privat dan aman, dump account dapat membantu pengguna mengekspresikan diri dan mengurangi stres.

Rekomendasi Akademis

Penelitian lanjutan sebaiknya melibatkan subjek yang memiliki latar belakang usia, jenis kelamin, dan konteks budaya yang lebih beragam untuk mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif tentang penggunaan dump account di berbagai demografi. Penelitian kuantitatif dapat dilakukan untuk mengukur secara objektif pengaruh penggunaan dump account terhadap pengelolaan stres atau kesehatan mental

Rekomendasi Praktis

  1. Untuk Pengguna Media Sosial
    Pengguna dump account harus sadar akan pentingnya menjaga privasi dan memahami resiko berbagi informasi di ruang digital. Pengguna dapat memanfaatkan dump account sebagai alat yang positif untuk ekspresi diri dan pengelolaan emosi, namun dengan bijak dan bertanggung jawab.
  2. Untuk Pengembangan Platform Media Sosial
    Pengembang perlu meningkatkan fitur privasi dan keamanan untuk dump account, serta memberikan edukasi kepada pengguna tentang bagaimana menggunakan platform ini secara sehat, khususnya dalam hal kesehatan mental.
  3. Untuk Praktisi Kesehatan Mental dan Pendidikan
    Mengintegrasikan pemahaman tentang penggunaan media sosial alternatif dalam program pendampingan psikologis dan edukasi digital, khususnya untuk remaja dan dewasa muda yang aktif di media sosial. Praktisi juga perlu mengajarkan pengguna tentang bagaimana memanfaatkan media sosial untuk pengelolaan emosi yang sehat.

Visualisasi Observasi dan Wawancara

Gambar 5. Proses photo elicitation interview dengan pengguna dump account aktif (Foto di atas hanya sebagian informan)

Gambar 6. Contoh unggahan foto dan caption reflektif di dump account. (Foto di atas hanya sebagian dump account informan).

Artikel ini ditulis oleh Kelompok 4 Mata Kuliah MPK Kualitatif D: Andrea Deflin (andreadeflin@gmail.com), Fariz Arsaputra (fariz.arsaputra@gmail.com), Lutfia Munisa A (lutfiamunisaa@gmail.com), M Dafa Ardhika (dafaardhika27@gmail.com), Naila S. Khalisha (naila.khalisha03@gmail.com).

Sumber Referensi

Goodstats.id. (2024). Laporan penggunaan akun kedua di media sosial di Indonesia. Goodstats.id. https://www.goodstats.id

Pluta, A., Ulrich, G., & Kappes, A. (2021). Emotional disclosure on social media: The role of social support and positive feedback. Journal of Affective Disorders, 292, 32-39. https://doi.org/10.1016/j.jad.2021.05.098 

Andreassen dkk., (2017). The relationship between addictive use of social media, narcissism, and self-esteem: Findings from a large national survey. Addictive Behaviors, 64, 287-293. https://doi.org/10.1016/j.addbeh.2016.03.006 

Glaw dkk., (2017). Visual methodologies in qualitative research: Autophotography and photo elicitation applied to mental health research. International journal of qualitative methods, 16(1), 1609406917748215. ​​Papacharissi dkk., (2000). Predictors of Internet use. Journal of Broadcasting & Electronic Media, 44(2), 175-196. https://doi.org/10.1207/s15506878jobem4402_2

Sumber Referensi selengkapnya dapat diakses di QR Code berikut ini.



LEAVE A RESPONSE

Your email address will not be published. Required fields are marked *