Journalight

UI Journalism Studies

Research

Bukan Satu, Dua, tapi Tiga (dan Lebih Banyak Lagi): Ini Rahasia Gen Z Menggunakan Banyak Akun Instagram Sekaligus Setiap Hari.

Memahami Pengelolaan Privasi Daring di Akun Instagram Ganda pada Kalangan Generasi Z

Athar Hisyam Fadhilah (2206814614) atharhisyamf@gmail.com

Esther Maura Berlianta Simanjuntak  (2206814450) estersimajuntak10@gmail.com

Hafizh Muhammad Ghiffari (2206078451) hafizhstoem174@gmail.com

Kyara Angkasa (2206039192) kyara.angkasa@gmail.com

Muhammad Ihsan (2206033226) djojodiwirjo@gmail.com 

Zheva Theodora Rodja (2206078804) zheva.rodja789@gmail.com 

Dewasa ini, semua orang selalu pakai media sosial setiap harinya. Terutama Gen Z yang jadi tumbuh besar dengan media sosial, salah satunya Instagram. Tapi, teman-teman sudah tahu belum kalau Gen Z banyak yang memiliki akun-akun rahasia yang tidak dibuka untuk publik? Artikel ini mengulas bagaimana mereka mengelola privasi mereka di Instagram dengan memiliki banyak akun sekaligus, disimak ya!

Gambar 1. Infografis

ABSTRAK

Penelitian ini mengeksplorasi bagaimana Generasi Z di Indonesia mengelola batasan privasi melalui strategi multi-akun di Instagram, menggunakan teori Communication Privacy Management (Petronio, 2002) sebagai kerangka utama. Melalui pendekatan kualitatif terhadap 12 mahasiswa berusia 18–24 tahun yang dipilih dengan teknik snowball sampling, ditemukan bahwa pembagian akun (Rinsta, Finsta, dan third account) mencerminkan segmentasi identitas dan kepemilikan informasi berdasarkan tingkat kedekatan, kepercayaan, dan risiko sosial. Privasi digital tidak hanya dikendalikan secara rasional, tetapi juga dipengaruhi oleh dinamika emosional seperti rasa malu, takut, dan tekanan sopan santun digital. Penelitian ini memperluas teori CPM dengan menambahkan dimensi afeksi dan performativitas identitas sebagai faktor krusial dalam pengelolaan privasi daring, serta menunjukkan bahwa renegosiasi batasan bisa melahirkan sistem baru melalui penciptaan akun tambahan.

Kata kunci: Generasi Z, Instagram, privasi digital, multi-akun, Communication Privacy Management

FENOMENA AKUN 2ND, 3RD, DAN SETERUSNYA DI INSTAGRAM GEN Z 

Instagram telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan digital Gen Z di Indonesia. Platform ini menempati posisi kedua sebagai media sosial paling banyak digunakan di Indonesia (We Are Social, 2024), dengan lebih dari separuh Gen Z—53% laki-laki dan 52% perempuan—mengaku menjadikannya sebagai platform utama (IDN Times, 2024).

Namun di balik penggunaan sehari-hari yang terlihat biasa, muncul pola perilaku yang jauh lebih kompleks, yaitu praktik multi-akun. Gen Z tidak hanya mengelola satu identitas daring, tetapi dua, tiga, bahkan lebih. Direktur Kemitraan Global Meta untuk Asia Tenggara, Revie Sylviana, menyebut bahwa banyak pengguna Gen Z kini memiliki hingga lima atau enam akun Instagram yang berbeda (Mediana, 2024).

Dari sinilah muncul istilah Rinsta (Real Instagram) dan Finsta (Fake Instagram). Rinsta digunakan sebagai akun utama yang terbuka untuk publik, sementara Finsta bersifat privat dan hanya dapat diakses oleh lingkaran terdekat (Lorenz, 2017). Praktik ini menunjukkan bahwa Gen Z membangun sistem pengelolaan privasi yang sangat kontekstual—berbasis kepercayaan, audiens, dan tujuan konten. Namun, fenomena ini juga menunjukkan keberadaan finsta yang lebih dari satu.Penelitian ini berupaya memahami bagaimana strategi multi-akun digunakan Gen Z untuk membedakan audiens, membatasi akses, dan menjaga rasa aman di ruang digital. Dalam era ketika keterbukaan digitalkian meningkat pemahaman terhadap praktik ini penting bukan hanya bagi pengguna muda itu sendiri.

LANDASAN TEORI/KONSEP (yang kami jadiin arahan)

  • Instagram

Instagram merupakan platform media sosial berbasis visual yang sangat populer di Indonesia, khususnya di kalangan Generasi Z. Platform ini mendukung ekspresi diri dan pembentukan identitas digital melalui berbagai format konten seperti foto, video, stories, dan reels. Instagram populer di kalangan Gen Z karena fleksibilitasnya dalam mengelola audiens dan konten sesuai konteks (Dari, 2025).

  • Generasi Z

Gen Z (kelahiran 1997–2012) adalah generasi yang tumbuh dalam lingkungan digital dan sangat mahir menggunakan teknologi. Ketergantungan mereka terhadap media sosial membentuk pola komunikasi, cara memperoleh informasi, dan ekspresi diri mereka (Arum et al., 2023; Zamzami, 2023). Media sosial menjadi ruang penting dalam membangun identitas dan validasi sosial (Ramadhani & Khoirunisa, 2025).

  • Finsta vs Rinsta

Finsta (fake Instagram) dan Rinsta (real Instagram) mencerminkan strategi pengguna dalam memisahkan persona daring. Rinsta bersifat publik dan dikurasi untuk membentuk citra positif, sedangkan Finsta bersifat lebih privat dan digunakan untuk ekspresi yang lebih jujur. Meskipun Finsta bisa menjadi ruang aman, penggunaannya juga menyimpan risiko seperti penyalahgunaan identitas dan pelanggaran privasi.

  • Privasi dan Teori CPM

Privasi adalah hak individu untuk mengontrol informasi pribadi mereka (Yuwinanto, 2015; Suari & Sarjana, 2023). Teori Communication Privacy Management (CPM) yang dikembangkan oleh Petronio (2002) menjelaskan bahwa pengelolaan privasi melibatkan negosiasi antara kebutuhan untuk membuka dan menutup informasi dalam hubungan interpersonal. Ketegangan dialektis ini menciptakan dinamika dalam menetapkan batasan privasi (Yasir, 2012).

  • Finsta dalam Kerangka CPM

Penggunaan Finsta dapat dipahami sebagai penerapan prinsip CPM, di mana pengguna menetapkan batas akses berdasarkan tingkat kepercayaan. Mereka menerapkan strategi sosial dan teknis, seperti fitur Close Friends atau kontrol followers, untuk menjaga privasi. Namun, pelanggaran batas dan risiko kepercayaan tetap menjadi tantangan yang mendorong renegosiasi privasi secara dinamis.

KERANGKA KONSEP DAN METODE (yang kami pakai untuk cari tahu)

Gambar 2. Kerangka Konsep

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk memahami dinamika pengelolaan privasi daring di kalangan Generasi Z dalam penggunaan multi-akun Instagram. Metode ini dipilih karena memungkinkan peneliti untuk mengeksplorasi pengalaman subjektif dan strategi personal yang digunakan partisipan dalam menetapkan batasan privasi digital mereka.

Pengumpulan data dilakukan melalui tiga teknik utama: observasi digital, penulisan diari partisipan, dan wawancara mendalam. Partisipan terdiri dari 12 mahasiswa program sarjana (usia 18–24 tahun) yang memenuhi kriteria sebagai pengguna aktif Instagram dengan lebih dari dua akun. Pemilihan partisipan dilakukan dengan teknik snowball sampling, mempertimbangkan sensitivitas topik dan keterbatasan akses terhadap akun-akun pribadi. Hasil dari ketiga triangulasi diolah menggunakan software taguette untuk mencari pola.

Untuk menjaga validitas dan memperkuat kredibilitas data, penelitian ini menerapkan teknik triangulasi dalam tiga bentuk berikut:

  1. Triangulasi Metode
    Penelitian ini mengombinasikan tiga metode pengumpulan data yang saling melengkapi. Observasi digital dilakukan untuk mencermati bagaimana partisipan mengelola pengaturan akun, visibilitas unggahan, dan pembagian audiens. Diari partisipan ditulis dalam kurun waktu tertentu untuk merekam refleksi pribadi, keputusan privasi, dan pengalaman emosional terkait interaksi digital. Sementara itu, wawancara mendalam dilakukan secara semi-terstruktur untuk menggali narasi yang lebih dalam terkait strategi privasi, dinamika kepercayaan, serta alasan di balik penggunaan akun-akun ganda.
  2. Triangulasi Data
    Sumber data yang digunakan berasal dari transkrip wawancara, catatan observasi digital, dan dokumentasi diari partisipan. Seluruh data dianalisis secara tematik dan dibandingkan untuk mengidentifikasi konsistensi serta pola temuan yang muncul. Perbandingan antar sumber ini digunakan untuk memvalidasi interpretasi dan memperkaya pemahaman mengenai praktik boundary management dalam konteks penggunaan multi-akun oleh Gen Z.
  3. Triangulasi Peneliti
    Seluruh proses analisis data dilakukan secara kolaboratif dan diverifikasi oleh minimal tiga anggota tim peneliti. Setiap hasil pengkodean dan temuan awal dibahas secara terbuka dalam diskusi tim untuk memastikan interpretasi yang objektif dan menghindari bias individual. Verifikasi silang antar peneliti dilakukan sebagai upaya menjaga transparansi serta akurasi dalam merumuskan kesimpulan teoretis dan empiris.

Dengan menerapkan pendekatan triangulasi ini, penelitian ini berupaya menyajikan gambaran yang komprehensif mengenai strategi manajemen privasi digital Generasi Z, serta memperkuat kontribusi terhadap pengembangan teori Communication Privacy Management (CPM) dalam ranah praktik media sosial kontemporer. 

APA RAHASIA MEREKA? (Temuan dan Diskusi)

Banyak Akun, Banyak Fungsi

Fenomena Gen Z punya banyak akun Instagram mencerminkan cara mereka menjaga privasi dengan cerdas. Satu akun saja nggak cukup. Biasanya mereka punya tiga: akun utama, akun kedua, dan kadang akun ketiga. Akun utama dipakai untuk tampil sempurna. Isinya foto-foto terbaik, caption yang dipikirin, dan konten yang aman dilihat banyak orang. Ini versi publik mereka. Akun kedua lebih personal. Isinya bisa curhat, meme, atau hal-hal yang cuma bisa dipahami orang-orang dekat. Follower-nya terbatas. Kadang masih ada akun ketiga yang lebih kecil lagi lingkupnya. Hanya sahabat dekat yang tahu. Dengan membagi akun seperti ini, Gen Z bisa atur siapa yang lihat apa. Mereka tahu kapan harus jaga citra, dan kapan bisa jadi diri sendiri. Buat mereka, ini bukan cuma soal gaya. Ini cara untuk tetap punya ruang aman di tengah dunia digital yang serba terbuka.

Kutipan 1.1

Membentuk Batasan, tapi Sering Goyah.

Meski pembagian audiens sudah dirancang, batasan ini tidak selalu berjalan mulus. Beberapa informan mengalami tekanan sosial seperti permintaan akses follow dari orang yang kurang dekat yang menyebabkan ketidaknyamanan dan boundary turbulence. 

Namun, saat strategi ini masih dirasa kurang aman, beberapa informan membuat akun ketiga yang lebih tersembunyi, hanya untuk lingkaran terdekat. Temuan ini memperluas konsep boundary turbulence (Petronio, 2002), dengan menunjukkan bahwa renegosiasi batas saja tidak cukup, dan kadang perlu sistem baru demi menjaga kenyamanan emosional dan kontrol atas identitas digital.

Kutipan 1.2

Takut? Khawatir? Gak Nyaman? Itu Sudah Biasa dan Jadi Penting!

Ternyata, mayoritas Informan kami mengaku bahwa perasaan tidak nyaman, khawatir, dan keraguan sudah menjadi hal yang normal dalam menggunakan akun Instagram. Namun, Perasaan-perasaan negatif ini menjadi salah satu strategi penting dalam mereka mengelola akun yang berganda. 

Hal ini berkaitan dengan perbedaan tingkat kenyamanan pada audiens di masing-masing akun yang berbeda dengan batasan dan audiens yang berbeda. Alhasil, ketakutan, ketidaknyamanan, atau kewaspadaan ini menjadi pendorong para Gen Z untuk selalu mempertimbangkan orang yang mendapatkan akses kepada akun kedua dan ketiga mereka. Mereka juga menjadi lebih berhati-hati untuk menghindari mengunggah sesuatu pada akun yang salah dan juga akhirnya  memanfaatkan akun yang lebih tertutup untuk informasi yang lebih rahasia. Emosi negatif ini menjadi penentu Boundary Permeability di setiap akun yang mereka miliki. Boundary Permeability (Petronio, 2002) menjelaskan bagaimana ketika batasan semakin tertutup maka informasi semakin rahasia. 

Kutipan 1.3

Pernyataan informan kami di atas menunjukkan bagaimana ada perasaan ketakutan dalam penggunaan akun Instagram, yang mendorong pengelolaan akun dalam bentuk membatasi akses atau memilih menggunakan akun yang lebih privat. Misalnya, informan A bilang “Kalo upload keluarga di first (publik) jadi konsumsi agak risky, takut disalahgunakan orang jahat”.Ketakutan ini mendorong A untuk menyaring unggahannya dan memilih mengunggah perihal keluarga di akun ketiga. Singkatnya, emosi negatif ini menjadi pemicu mereka untuk menjaga dan menentukan batasan audiens dan unggahan mereka di setiap akun mereka. Penelitian Dianiya (2021) juga  menjelaskan alasan serupa yaitu ketakutan dihakimi yang mendorong batasan dengan penggunaan fitur close-friend.

Dalam memilih siapa yang boleh mengikuti akun kedua atau ketiga mereka, Gen Z tidak hanya mempertimbangkan interaksi digital, tapi juga kedekatan nyata di kehidupan sehari-hari. Hubungan offline seperti kepercayaan, pengalaman bersama, dan ikatan emosional jadi dasar utama pemberian akses ke sisi pribadi mereka di Instagram.

Dekat di Real Life, Baru Boleh Masuk Akun Privat Instagram.

Namun, praktiknya tidak selalu mudah. Beberapa informan mengaku merasa sungkan atau tidak enak saat menerima permintaan follow dari orang yang sebenarnya tidak dekat. Karena tekanan sosial ini, mereka seringkali tetap menerima, lalu menyaring konten, atau bahkan membuat akun baru lagi yang lebih tersembunyi. 

Kutipan 1.4

Temuan ini memperkuat konsep co-ownership dalam teori Communication Privacy Management (Petronio, 2002), bahwa akses terhadap informasi pribadi seringkali diberikan kepada orang-orang yang dianggap “memiliki” kedekatan emosional. Tapi batasan ini tak lepas dari pengaruh sosial yang membuat pengelolaan privasi digital terasa lebih kompleks.

Privasi sebagai Narasi Diri: Beda Akun Beda Tampilan

Penelitian kami menemukan bahwa pengelolaan konten di media sosial sering dilakukan dengan membedakan tema, kedalaman, dan tingkat keintiman di setiap akun. Akun utama biasanya berisi konten yang “siap konsumsi publik” sementara akun lainnya menampilkan ekspresi diri yang lebih jujur, lucu, atau bahkan impulsif. Pola ini menunjukkan bahwa selain melindungi informasi pribadi, pengelolaan konten juga berfungsi untuk membangun versi diri yang berbeda sesuai audiensnya.

Menurut teori Communication Privacy Management(CPM), manajemen privasi tidak hanya soal membatasi akses informasi, tapi juga menjadi bentuk kurasi identitas dan performa naratif. Misalnya, salah satu informan berkata, “Gua posting foto pemandangan di story pertama, video kegiatan di story kedua, dan cerita lucu di story ketiga,” yang menggambarkan penyusunan konten berdasarkan kedalaman personal dan karakter audiens. Temuan ini menegaskan CPM sebagai proses dinamis yang menggabungkan aspek protektif dan ekspresif dalam komunikasi digital.

Kutipan 1.5

Perempuan dan Laki-Laki, Ada Beda Polanya Tidak Ya?

Jawaban dari informan kami menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan dari strategi pengelolaan multi akun Instagram perempuan dan laki-laki. Namun, dalam proses snowball sampling, kami menemukan ternyata fenomena penggunaan akun Instagram yang lebih dari 2 secara aktif ini lebih banyak terjadi di kelompok perempuan. 

IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

Implikasi Teoritis
Strategi multi-akun mencerminkan upaya Gen Z dalam membagi dan mengatur batas privasi mereka (boundary segmentation dan ownership), di mana emosi seperti takut dan tekanan sosial berperan besar dalam pengambilan keputusan. Ini memperluas teori CPM yang selama ini dianggap hanya bersifat kognitif. Saat renegosiasi batas gagal, mereka membentuk sistem baru demi rasa aman, sekaligus menjadikan manajemen privasi sebagai bagian dari ekspresi identitas yang performatif.

Implikasi Sosial
Gen Z sadar betul pentingnya mengatur siapa yang bisa melihat apa di media sosial. Namun, relasi digital mereka tetap dipengaruhi hubungan offline kepercayaan dan sopan santun masih jadi pertimbangan utama. Tekanan untuk menerima permintaan akses kadang membuat batas privasi terganggu. Menariknya, perempuan terlihat lebih aktif dalam mengelola privasi berlapis, menunjukkan adanya pengaruh gender dalam praktik ini.

Implikasi Praktis
Gen Z perlu didorong untuk menerapkan strategi privasi yang sehat tanpa merasa tertekan secara sosial. Platform seperti Instagram bisa mengembangkan fitur yang mendukung manajemen multi-akun secara lebih nyaman dan fleksibel. Di sisi lain, sekolah dan kampus sebaiknya mulai memasukkan topik identitas digital dan literasi privasi ke dalam kurikulum untuk mendukung kesehatan psikososial anak muda.

Rekomendasi
Peneliti ke depan bisa menggali lebih dalam soal peran gender, melakukan studi jangka panjang, dan memakai pendekatan etnografi digital. Gen Z disarankan untuk lebih selektif memberi akses ke akun pribadi demi kenyamanan dan keamanan. Pengembang platform perlu menghadirkan fitur multi-akun dan pengaturan audiens yang lebih rinci. Sementara itu, institusi pendidikan dan pemerintah bisa menyediakan program literasi digital yang menyentuh aspek emosional dan identitas digital, serta ruang diskusi untuk mengatasi tekanan sosial di dunia maya.

HasilWordCloud

Gambar 3. Wordcloud

INTINYA (Kesimpulan)

Strategi multi-akun di Instagram menjadi cara cermat Gen Z mengelola privasi dan membentuk persona sosial. Lebih dari sekadar memiliki akun tambahan, pembagian menjadi Rinsta, Finsta, hingga akun ketiga mencerminkan negosiasi batas—berdasarkan kepercayaan, kedekatan, dan risiko.

Temuan ini menunjukkan bahwa privasi digital bukan semata urusan teknis, tapi juga emosional. Rasa malu, cemas, dan kebutuhan untuk merasa aman menjadi faktor penentu dalam mengatur siapa melihat apa. Dalam kerangka Communication Privacy Management (Petronio, 2002), pengaturan informasi tampil sebagai bentuk perawatan diri di tengah ruang publik yang terus terbuka.

Meski berangkat dari konteks mahasiswa Gen Z, riset ini menggarisbawahi bahwa privasi digital kini adalah keterampilan sosial. Penghapusan followers, perpindahan konten, hingga penciptaan akun baru adalah respons terhadap ketidaknyamanan, tekanan sosial, dan pengalaman pelanggaran batas. Privasi, hari ini, bukan lagi sekadar kontrol atas informasi, tetapi soal menjaga rasa aman dalam inflasi keterbukaan yang terus meningkat.

Glosarium Istilah

  • Akun Ganda (Multi-Akun)
    Kepemilikan lebih dari satu akun Instagram oleh satu pengguna untuk tujuan dan audiens berbeda.
  • Boundary Coordination
    Proses mengatur siapa yang boleh tahu apa dalam informasi pribadi.
  • Boundary Permeability
    Tingkat keterbukaan batas privasi terhadap orang lain.
  • Boundary Turbulence
    Gangguan saat batas privasi dilanggar atau aturan tak diikuti.
  • Close Friends
    Fitur Instagram untuk membatasi audiens story hanya ke orang-orang terpilih.
  • Co-Ownership
    Status ketika orang lain ikut bertanggung jawab menjaga informasi yang dibagikan.
  • Communication Privacy Management (CPM)
    Teori yang menjelaskan cara orang mengatur dan membagi informasi pribadi.
  • Finsta (Fake Instagram)
    Akun pribadi yang lebih tertutup, biasanya untuk ekspresi lebih jujur.
  • Rinsta (Real Instagram)
    Akun utama yang bersifat publik dan merepresentasikan citra sosial.
  • Persona Daring
    Identitas digital yang ditampilkan kepada publik atau kelompok tertentu.
  • Privasi Digital
    Kendali atas informasi pribadi di ruang online.

DAFTAR PUSTAKA

Arum, L. S., Zahrani, A., & Duha, N. A. (2023). Karakteristik Generasi Z dan Kesiapannya dalam Menghadapi Bonus Demografi 2030. Accounting Student Research Journal, 2(1), 59-72.2

​​Dari, S. W. (2025). Pengelolaan media sosial Facebook dan Instagram sebagai media promosi di Sekolah Madrasah Tsanawiyah Fadhilah Pekanbaru (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau).

Dianiya, V. (2021, MARCH). Management privacy dalam penggunaan fitur “close friend” di Instagram. JURNAL STUDI KOMUNIKASI, 5(1), 249-266.

IDN Times. (2024). Indonesia Gen Z Report 2024. IDN Times. https://cdn.idntimes.com/content-documents/indonesia-gen-z-report-2024.pdf

Lorenz, T. (2017). The secret Instagram accounts teens use to share their realest, most intimate moments. Mic. https://www.mic.com/articles/175936/the-secret-instagram-accounts-teens-use-to-share-their-realest-most-intimate-moments

Mediana. (2024, Maret 27). Generasi Z Bikin 5-6 Akun di Instagram. Kompas.id. https://www.kompas.id/baca/ekonomi/2024/03/27/generasi-muda-suka-membuat-multi-akun-di-satu-aplikasi-media-sosial

Petronio, S. (2002). Boundaries of Privacy: Dialectics of Disclosure. State University of New York Press.

Ramadhani, O., & Khoirunisa, K. (2025). Generasi Z dan Teknologi: Gaya Hidup Generasi Z di Era Digital. JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL (JUPENDIS), 3(1), 323-331.https://doi.org/10.54066/jupendis.v3i1.2916

We Are Social. (2024). Digital 2024: Indonesia. Retrieved from https://datareportal.com/reports/digital-2024-indonesia

Yasir. (2012, Maret 6). Teori manajemen privasi komunikasi. Universitas Riau. https://yasir.staff.unri.ac.id/2012/03/06/teori-manajemen-privasi-komunikasi/ 

Yoanita, D., Chertian, V. G., & Ayudia, P. D. (2022). Understanding Gen Z’s online self-presentation on multiple Instagram accounts. Jurnal Studi Komunikasi, 6(2), 603-616. repository.petra.ac.id

Yuwinanto, H. P. (2015). Privasi online dan keamanan data. Palimpsest, 31(11).

LEAVE A RESPONSE

Your email address will not be published. Required fields are marked *