Journalight

UI Journalism Studies

Opinion

Modest Wear Bukan Lagi Soal Agama: Gaya Tertutup Jadi Tren Inklusif di Indonesia

Penggunaan AI: Inspirasi topik, idea’s prompting, (ChatGPT)

Jakarta, Indonesia —Dalam beberapa tahun terakhir, industri modest wear di Indonesia berkembang pesat dengan hadirnya jenama lokal yang menawarkan koleksi modis dan inklusif. Tidak hanya digemari perempuan berhijab, trend ini juga menarik minat perempuan nonhijab dan nonmuslim, menjadikan modest wear bagian dari pop culture dan industri mode yang dinamis berkat dukungan media sosial dan teknologi digital.

Perkembangan tren modest wear yang semakin inovatif dan ekspresif memunculkan pertanyaan: Sejauh mana eksplorasi gaya ini masih selaras dengan nilai-nilai berpakaian dalam Islam?

Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbanyak di Indonesia yang membuat pasar pakaian muslim atau modest wear berkembang pesat. Saat ini, banyak jenama modest wear baru yang bermunculan di Indonesia secara masif. Bahkan menurut data Global Islamic Economy Indicator Score yang dikutip dari Shafiq.id, Indonesia berada di peringkat ketiga sebagai negara dengan industri modest fashion terbaik di dunia mengalahkan Singapore dan Italia. 


Toko offline store Buttonscarves di Pondok Indah Mall. Modest wear dapat ditemukan di pusat perbelanjaan ternama di Jakarta (Source: Google Photos)

Hal tersebut tentu menjadi angin segar untuk industri modest wear di Indonesia, mereka membawa inovasi dan pesan yang trendy dan relevan sehingga menjadikanya bagian dari pop culture baru. Bahkan dalam pergelaran Jakarta Fashion Week 2025, modest wear menjadi sorotan tersendiri dengan lebih dari tiga peragaan busana khusus yang menampilkan karya desainer lokal Indonesia di segmen tersebut.

Mulai dari Sabamodest dengan koleksi modest wear yang minimalis, Buttonscarves dan Nada Puspita yang menampilkan nuansa kemewahan, Kienka dengan ciri khasnya bunga-bunga menambah feminitas bagi penggunanya hingga Ayu Dyah Andari dengan desain elegan dan glamor. Tak hanya mereka, sejumlah jenama modest wearlainnya juga turut merilis koleksi yang modis dan relevan dengan tren saat ini. Sumber:Jakarta Fashion Week 2025: Modest Wear 

Jenama Ayu Dyah Andari menunjukkan koleksi modest wear dengan tema  Roseraie Éternelle. Sebagai gabungan dari Budaya lokal dan sentuhan internasional yang elegan. (Sumber: Getty Image, Jakarta Fashion Week 2025)

Jenama tersebut, meluaskan pasarnya sehingga tidak hanya menjadi daya tarik untuk kalangan muslim, tetapi juga perempuan muslim nonhijab hingga nonmuslim.

“Suka banget karena nyaman, tampilan nya juga sekarang elegantdan classy,sesuai sama baju-baju yang sering aku pake”, ujar Kezia Trixie seorang nonmuslim pengguna modest wear.

Modest fashion sendiri mengalami perluasan makna. Bila sebelumnya, pakaian modest kerap dihubungkan dengan suatu agama, yaitu muslim atau diasosiasikan dengan penggunaan hijab. Saat ini, batas penggunaan modest wear seakan kabur dan berkembang lebih inklusif tanpa memandang agama atau keyakinan.

Berbagai macam kategori gaya seperti playful, kasual, santai, hingga formal hadir dengan versi yang tertutup, tetapi tetap modis dan nyaman untuk digunakan.

Gaya berpakaian terutup, tidak lagi terbatas pada suatu kelompok tertentu, tetapi menjadi pilihan gaya inklusif yang menyesuaikan karakter dan preferensi setiap individu. Gaya seperti streetwearyang edgy, officewearyang memberikan kesan professional hingga eveningwearyang dikenal elegan dapat dieksplorasi dalam nuansa modest wearyang modis tanpa meninggalkan nilai kesopanan..

Dalam eksekusinya, modest wear sendiri identik dengan potongan yang longgar, lengan panjang, kerah tinggi, layering-friendly(agar nyaman jika dipadupadankan dengan hijab), dan meminimalkan area kulit yang terlihat. Potongan-potongan tersebut menjadi tantangan untuk para desainer untuk menghadirkan koleksi yang menutup tubuh, tetapi tetap memberikan estetika.

Meningkatnya kreativitas dari desainer-desainer di Indonesia merespon dengan menghadirkan koleksi modest wear, tidak hanya untuk kebutuhan muslimah, tetapi juga pasar yang luas. Awalnya modest wearselalu dikaitkan dengan suatu agama yang dinilai “tidak stylish” atau “agamis”, tetapi dengan adanya inovasi-inovasi baru, persepsi tersebut berubah terbalik. Penggunaan modest wear menjadi lebih inklusif khususnya di kota-kota besar Indonesia

Menjawab pertanyaan dalam narasi ini, Meluasnya pasar dari modest wear, apakah jadi menghilangkan esensi dari modest wearyang seharusnya tertutup sesuatu dengan syariat agama tertentu?

Inaya sebagai selaku pengamat fashion di Indonesia menjelaskan, “Penggunaan modest wearmemang tidak seharusnya terestriksi oleh agama atau asal kalangan.”

“Memperlakukan tren berbusana yang mungkin belum sepenuhnya sesuai syariat sebagai sebuah epidemi menurutku tidak pada tempatnya. Ini bukan sekadar tren pop culture, melainkan lebih dekat ke ranah ideologi,” ujarnya.

Tidak hanya pengamat, tetapi Ia juga memiliki clothing line modest wearsendiri hasil dari ide dan kreativitasnya. “Objektif dalam desainku adalah membuat modest weardapat diterima secara lebih universal oleh kalangan yang lebih luas, tidak terkhusus pada orang yang sudah berhijab, tapi juga untuk orang-orang yang sedang belajar dan terutama yang menyukai dunia fashiondi luar spektrum modest.”

Masih jauh dari pandangan Inaya, Indonesia sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia kerap memandang industri mode melalui dua segmen utama: modest dan non-modest.

Klasifikasi ini secara tidak langsung membentuk stereotip bahwa modest wear identik dengan perempuan Muslim, sementara nonmodest diasosiasikan dengan perempuan nonmuslim. Padahal, dalam praktiknya, pilihan gaya berpakaian tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh latar belakang agama, melainkan oleh preferensi pribadi, nilai, dan ekspresi diri masing-masing individu.

Tanpa adanya stereotipe, jenama fashion kemungkinan besar akan lebih terbuka dalam merancang koleksi modest wear yang hijab-friendly, tanpa harus memberikan label “khusus muslimah”.

Alifa Diva, mahasiswa Antropologi Universitas Indonesiapengguna modest fashion menjelaskan bahwa “Modest wearitusuatu medium kesakralan atau subjektif yang co-existbersamaan dengan fashion. Terutama generasi muda untuk punya urge creative, dengan menegosiasikan modest wear agar bisa confirm ke fashion, tapi menjujung nilai-nilai yang mereka pahami mengenai seharusnya berpakaian.”

Kedepannya diharapkan lebih banyak lagi jenama yang menjual koleksi dengan potongan khas modest wear agar wanita muslim berhijab bukan jadi hambatan sosial terutama dalam mengekspresikan diri. Artinya, modest weartidak lagi eksklusif, tetapi inklusif.

Media sosial turut berperan besar dalam mendorong perkembangan modest wear yang lebih inklusif. Kehadiran perempuan Muslim berhijab yang tampil percaya diri membagikan gaya berpakaian modis mereka di berbagai platform membuka mata banyak orang bahwa berhijab bukanlah halangan untuk tampil stylishdan ekspresif.

Kebebasan berekspresi di media sosial turut mendorong munculnya kreator-kreator konten berhijab yang aktif menampilkan gaya modest wear mereka. Mulai dari membagikan OOTD (outfit of the day) hingga me-review berbagai jenama lokal. Seperti @pamelagatha_, @martabakcheeseadalahkeju, @safsafyy, dan masih banyak lagi. Para kreator ini ikut membentuk persepsi baru bahwa modest fashion bisa tampil modern, variatif, dan relevan dengan tren masa kini lewat media sosial TikTok.

Akibatnya muncul juga, kreator-kreator TikTok nonhijab menggunakan modest wearyang membuatnya semakin inklusif. Seperti @kharisjournal, @themorbenzo, @tapi.upit, dan masih banyak lagi.

Konten Kreator TikTok, @themorbenzo, @tapi.upit, dan @kharisjournal melakukan mix & match pakaian modest wear. Meskipun tidak menggunakan hijab, modest wear tetap tampak menarik dan modis pada perempuan non hijab. (Sumber: TikTok)

Generasi muda, melalui konten yang mereka bagikan di media sosial, menunjukkan kecenderungan dan dorongan kreatif untuk menegosiasikan modest wear agar tetap selaras dengan tren fashion, tanpa meninggalkan nilai-nilai kesopanan dalam berpakaian.

“Orang-orang encouraging dan empowering each other untuk lebih ekspresif, tanpa melihat modesty dan expression fashion sebagai dua hal yang saling bertentangan” ujar Alifa lagi.

Menurutnya, media sosial memiliki peran besar dalam perkembangan modest wear, khususnya di Indonesia. Platform digital tak hanya memengaruhi preferensi gaya berbusana masyarakat, tetapi juga membentuk cara individu memahami dan mengeksplorasi penampilan mereka. Melalui konten video yang kian beragam dari segi format dan penyampaian, teknologi digital turut membuka ruang baru bagi ekspresi diri dalam berbusana.

Modest wear di Indonesia masih terlihat jelas mencerminkan antara nilai tradisional, agama, dan modern yang saling berdampingan. Adanya arus globalisasi, bukan menjadi tantangan untuk para desainer dari modest wear, tetapi batu loncatan baru dalam menghasilkan karya-karyanya yang lebih variatif lagi.

Dengan ruang yang semakin luas dan stereotipe yang mulai terkikis, modest wear berpotensi menjadi bagian krusial dari industri mode global, di mana pakaian tertutup bukan lagi soal batasan, tetapi pilihan gaya yang merayakan keberagaman dan kebebasan berekspresi.




LEAVE A RESPONSE

Your email address will not be published. Required fields are marked *