JAKARTA — Perkembangan teknologi telah mengubah cara audiens mengonsumsi berita. Dulu, informasi didapatkan melalui koran, radio, atau televisi. Sekarang, dengan dominasi media sosial, audiens dapat dengan mudah memilih dan mengakses berita langsung dari perangkat seluler mereka.
Menurut laporan Katadata Insight Center (KIC), pada tahun 2020-2021, sebanyak 73% masyarakat Indonesia mengonsumsi berita atau informasi melalui media sosial. Angka ini menunjukan adanya pergeseran signifikan dalam kebiasaan masyarakat untuk mengakses berita. Pergeseran lanskap media ini telah memunculkan fenomena baru dalam dunia jurnalisme, yang dikenal dengan istilah homeless media.
Apa itu Homeless media ?

Dilansir dari Remotivi, Homeless media merujuk pada outlet berita yang awalnya hanya mendistribusikan informasi melalui media sosial, dengan sebagian besar kini berbasis di Instagram.
Disebut “homeless” bukan karena tanpa arah, melainkan karena media ini tidak memiliki “rumah” dalam bentuk fisik seperti kantor redaksi atau domain website. Biasanya juga homeless media dijalankan secara informal, dengan tim kecil dan sumber daya terbatas.
Di antara homeless media sendiri, terdapat perbedaan signifikan: sebagian tetap berpegang pada nilai-nilai jurnalistik seperti verifikasi dan keberimbangan, sementara sebagian lainnya lebih longgar dan cenderung mengutamakan opini atau aktivisme tanpa standar editorial yang ketat.
“Jika kita bicara praktik jurnalisme dalam homeless media, saya pikir kembali
apakah yang di lakukan homeless media sebuah praktik jurnalisme atau tidak.
Kita harus kembali ke hakikat kerja jurnalistik. Misalnya, apakah disana ada
pencarian berita, apakah ada orang-orang disana yang mencari berita atau
menuliskan berita dan menyebarkan berita tersebut melalui media digital. ”– Reza, Opini.id

Berdasarkan data berikut dapat dilihat bahwa homeless media memiliki potensi besar untuk mengganggu bisnis dan praktik jurnalisme konvensional. Mereka mampu menarik perhatian publik secara dengan modal yang jauh lebih kecil dibandingkan media arus utama.
Apa yang Membuat Homeless Media Menarik
Dilansir dari kajian Remotivi terkait Homeless media, ada beberapa faktor yang membuat Homeless Media lebih diminati:
1. Bersifat Hyperlocal
Homeless media sering kali mengangkat isu-isu yang dekat dengan keseharian masyarakat, terutama di lingkup lokal yang kerap luput dari liputan media arus utama.
2. Penyajian Berita yang Spesifik
Berbeda dengan media konvensional yang menyasar spektrum isu lebih luas, homeless media justru unggul dalam penyampaian informasi yang lebih spesifik (contoh : berita maling di suatu daerah).
3. Responsif dan Cepat
Karena tak terikat pada struktur redaksi yang panjang, homeless media dapat merespons isu dengan lebih cepat. Namun, kecepatan ini juga disertai risiko yaitu rawannya misinformasi.
Tantangan Homeless Media
Mengutip dari detik.com, meski homeless media dapat mendorong partisipasi publik, keberadaannya juga berpotensi menghambat praktik jurnalisme yang mendalam dan komprehensif.
Kecepatan dan Aktualitas
Homeless media unggul dalam kecepatan penyampaian informasi karena beroperasi di platform media sosial. Sedangkan Konvensional cenderung lebih hati-hati dalam kecepatan demi akurasi.
Kredibilitas
Struktur redaksi yang tidak jelas serta informasi yang disajikan yang sering kali belum terverifikasi membuat homeless media rentan dipertanyakan akurasinya.
Rentan Misinformasi
Karena berfokus pada kecepatan, homeless media rentan menyebarkan informasi yang keliru, terutama jika data yang digunakan hanya bersumber dari konten yang sedang viral tanpa verifikasi lebih lanjut.
Permasalahan Hukum
Meski berperan sebagai penyebar informasi, homeless media bukan bagian dari Dewan Pers. Akibatnya, perlindungan hukum terhadap mereka terbatas, sehingga rawan intimidasi.
Lantas Apakah Media Konvensional akan ditinggalkan ?
Meski Homeless Media semakin diminati masyarakat, bukan berarti Homeless Media bisa menjadi pengganti penuh dan mutlak bagi media konvensional.
Media berita (Konvensional) akan selalu dibutuhkan masyarakat – Bernadette Moureen
Saya tetap melihat kalau media konvensional ini masih berperan penting untuk masyarakat. Khususnya, mereka yang belum melek digital atau punya akses jaringan internet yang memadai. Jangkauan informasinya tetep (memerlukan dukungan) media konvensional – Geofanny Elizabeth
Dan, bagi mereka yang ingin menekuni bidang jurnalistik secara profesional, media konvensional tetap menjadi pilihan utama.
(Aku) masih tertarik untuk bekerja di media konvensional karena menurut ku untuk membangun karir di langkah awal (sebagai jurnalis), akan lebih baik untuk mulai di perusahaan media yg udah punya nama – Elaine Keisha
Kesimpulan : Potensi untuk berkembang tetapi perlu pengawasan
Homeless media di Indonesia punya potensi besar untuk terus tumbuh, terutama karena cepat dan relevan bagi audiens digital. Namun, potensi ini datang dengan tantangan serius yang butuh pengawasan. Tanpa standar editorial dan verifikasi yang jelas, homeless media rentan untuk menyebarkan misinformasi dan hoaks. Oleh sebab itu, Homeless media perlu memutar otak untuk meningkatkan akurasi dan kredibilitasnya tanpa mengorbankan kecepatan.