Di tengah tekanan ekonomi dan gaya hidup yang serba cepat, banyak Gen Z mulai mencari cara baru untuk mengelola keuangan mereka. Alih-alih mengikuti pola menabung generasi sebelumnya, mereka lebih memilih pendekatan yang lebih fleksibel, yaitu soft saving. Pendekatan ini menjadi cara menabung untuk masa depan, sambil memberi ruang bagi kebahagiaan di masa kini.
Adib & Nana, Duo Gen Z yang melakukan Soft Saving Demi Kebahagiaan Diri
Adib dan Nana, dua pekerja swasta yang tinggal dan bekerja di Ibukota Jakarta menjadi bagian dari Gen Z yang menerapkan praktik ini dalam keseharian mereka. Bagi keduanya, menabung bukan soal menahan diri sepenuhnya, melainkan tentang mengatur prioritas agar kebutuhan di masa mendatang tetap terjaga tanpa mengorbankan kualitas hidup saat ini.
Cerita Nana cukup unik. Ia memiliki dua sumber pendapatan, yakni dari pekerjaan utama dan freelance yang masing-masing dialokasikan berdasarkan kebutuhan. Pendapatan dari pekerjaan utama ia sisihkan untuk tabungan jangka panjang, sementara penghasilan dari freelance digunakan untuk konser, liburan, atau membeli wishlist yang telah lama ia incar. Bagi Nana, keseimbangan ini menjadi bagian dari gaya hidup—cara untuk bertahan sekaligus tetap merasa aman di tengah ketidakpastian ekonomi yang kian terasa.
“Aku tetap nabung tapi jadi sekarang kan aku punya dua income ya… Income dari main job aku sama side job aku. Tapi, pemasukan side job itu adalah buat hal-hal yang aku senang-senang. ‘Main’ tabungan aku itu buat yang nanti jangka panjangnya nanti, yang masih nanti.”
Nana (26), Pekerja swasta
Cerita yang berbeda datang dari Adib. Ia memilih untuk mengatur pengeluaran dengan disiplin melalui budgeting. Sejak awal menerima gaji, Adib sudah menentukan porsi untuk kebutuhan harian, tabungan, dan pengeluaran personal. Baginya, mebaung tidak hanya berarti menyimpan uang di tabungan, tetapi juga berinvestasi pada diri sendiri. Mulai dari self care, self-reward, hingga self-development seperti mengikuti kursus dan sertifikasi untuk menunjang karir.
“Budgeting… misalnya aku budgeting untuk makan berapa, ojek kantor berapa, untuk hiburan berapa, yang untuk saving itu berapa. Oh platformnya, mungkin kayak nabung, bisa pakai bank Jago nih… kalau di bank Jago itu ada kayak pocket gitu lah”
Adib (25), Pekerja swasta
Meski menjalani strategi yang berbeda, Nana dan Adib berbagi satu kesamaan: keduanya tidak memaknai menabung sebagai praktik yang menyulitkan. Justru sebaliknya, soft saving menjadi alternatif untuk tetap menabung demi masa depan tanpa sepenuhnya mengorbankan kebahagiaan saat ini. Keseimbangan inilah yang mereka anggap paling realistis.
Ternyata, tidak hanya Nana dan Adib yang memilih pendekatan soft saving dalam mengelola keuangan. Pola serupa kini semakin terlihat dalam perilaku finansial Gen Z secara lebih luas. Bagi banyak anak muda Indonesia, menabung tidak lagi dimaknai semata sebagai upaya membangun rasa aman di masa depan, tetapi juga sebagai cara mempertahankan kendali di tengah dunia yang penuh ketidakpastian. Dalam konteks ini, kenyamanan hari ini dipandang sama pentingnya dengan kesiapan finansial jangka panjang (IDN Research Institute, 2025).
Untuk Apa Gen Z menabung Hari ini?
Berdasarkan survei yang dilakukan penulis terhadap 50 responden Gen Z yang bekerja di Jakarta pada November 2025, sebanyak 52% responden menyebut bahwa menjaga keseimbangan antara kestabilan finansial dan menikmati hidup sama pentingnya. Temuan ini menunjukkan bahwa pendekatan yang menyeimbangkan kebutuhan jangka panjang dan kenyamanan hari ini semakin relevan bagi anak muda.
Tujuan menabung Gen Z tidak lagi berfokus pada satu aspek saja. Investasi jangka panjang masih menjadi prioritas utama, namun kebutuhan akan self-reward dan dana darurat turut menempati posisi penting dalam perencanaan keuangan mereka.
Self-Reward sebagai Sumber Kebahagiaan: Ke Mana Gen Z Mengalokasikan Pengeluaran?
Ketika berbicara tentang kebahagiaan, prioritas pengeluaran Gen Z bergantung pada kondisi finansial mereka. Gen Z dengan pendapatan di atas Rp 7.000.000 cenderung menghabiskan dana terbesar untuk hobi dan fashion. Berbeda dengan kelompok pendapatan Rp 3-4 juta yang lebih fokus pada makanan dan minuman. Sementara itu, bagi mereka dengan pendapatan di bawah Rp 3.000.000, alokasi dana terbesar justru ditujukan untuk fashion.
Temuan tersebut tercermin lebih jelas pada pertanyaan terbuka terkait motivasi di balik praktik soft saving. Berdasarkan survei yang sama, mayoritas responden mengaitkan soft saving dengan kebutuhan akan self-reward. Jawaban yang muncul didominasi oleh traveling dan konser. Hal ini membuktikan bahwa aktivitas tersebut menjadi salah satu cara untuk menikmati hidup
Niat Hati ingin Menabung, Tapi…. Tantangan masih Menghampiri
Di atas kertas, soft saving mungkin terlihat sederhana: menabung tanpa sepenuhnya menekan diri. Namun kenyataannya, menjaga agar tetap konsisten bukan perkara yang mudah. Niat menabung sering kali berhadapan dengan realitas hidup yang penuh distraksi–pengeluaran kecil yang terasa wajar, keputusan spontan yang muncul di tengah rutinitas, hingga kebutuhan tak terduga yang menggeser rencana. Bagi banyak Gen Z, tantangan terbesar bukan terletak pada kemauan untuk menabung, melainkan pada kemampuan mengendalikan batas antara kebutuhan, keinginan, dan rasa ingin “hadiah kecil” untuk diri sendiri. Di titik inilah soft saving menjadi proses yang dinamis: terus dinegosiasikan, diuji, dan disesuaikan dengan kondisi nyata sehari-hari.
Lalu, apa yang sebenarnya terjadi di benak Gen Z?
Mengapa mereka berusaha untuk menyeimbangkan tabungan dan gaya hidup meski tantangannya begitu berat?
Menurut Psikolog Dr. Dyah Triarini Indirasari, fenomena soft saving adalah respons adaptif Gen Z terhadap kondisi zaman sekarang. Praktik ini biasanya muncul ketika kebutuhan dasar, seperti makan dan tempat tinggal sudah terpenuhi. Di titik ini, fokus individu bergeser. Tidak lagi tentang bertahan hidup, tetapi mulai memikirkan cara agar emosional dan kesehatan mental tetap stabil.
Ia menyoroti bahwa bagi Gen Z, definisi “kemewahan” telah berubah. Kemewahan pada generasi ini bukan soal mengumpulkan aset yang mahal seperti generasi sebelumnya, melainkan tentang pengalaman dan kepuasan batin.
Lebih lanjut, terdapat dua dorongan psikologis utama di balik praktik soft saving yang dilakukan Gen Z, simak video berikut!
Bagaimana Cara Soft Saving yang Sehat? Ini Kata Mereka!
Mencari titik temu antara menikmati saat ini dan mempersiapkan masa depan menjadi tantangan tersendiri. Agar soft saving tetap menjadi praktik yang sehat bagi mental dan finansial, berikut adalah cara yang dapat kamu ikuti!

Referensi
IDN Research Institute. (2025). Indonesia Millennial and Gen Z Report 2026.





