Depok (02/4) — Media tempo baru saja mendapatkan kiriman kepala babi pada Rabu (19/3) dan bangkai tikus pada Sabtu (22/3). Insiden ini merupakan bentuk intimidasi terhadap praktik jurnalisme secara keseluruhan, terlebih lagi pada Tempo yang dikenal sebagai media kritis dan vokal. Namun, kekerasan yang dialami Tempo faktanya bukan yang pertama kali. Sejarah mencatat banyak media dan jurnalis lain di Indonesia yang juga pernah mengalami kekerasan, intimidasi, hingga pembunuhan.

Sumber Ilustrasi: istockphoto.com
Lalu, bagaimana tindakan represif lain yang pernah dialami Tempo dan media lain serta dampaknya terhadap kebebasan pers di Indonesia?
Tindakan represif yang pernah dialami Tempo
Selain teror kepala babi dan bangkai tikus yang baru saja dialami, Tempo juga pernah mengalami teror lain yang terjadi beberapa tahun silam, bahkan belasan tahun yang lalu. Berikut adalah diantaranya:
- Kaca Mobil Milik Jurnalis Tempo Hussein Abri Dongoran Dipecahkan (Agustus dan September, 2024)
Teror pertama terjadi pada 5 Agustus 2024, ketika kaca mobil milik Hussein dipecahkan tak jauh dari rumah dinas Kepala Kepolisian RI oleh dua pengendara motor. Teror kembali terjadi pada Selasa, 3 September 2024, ketika dua pengendara motor diduga memecahkan kaca mobil milik Hussein di dekat Pos Polisi Kukusan. - Doksing Nomor WhatsApp, Email Kantor, dan Email Pribadi Milik Tim Iklan (Juli, 2024)
Penyebaran surat audiensi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika berujung pada aksi doksing terhadap nomor WhatsApp dan email kantor, serta nomor pribadi Tim Iklan Tempo oleh akun buzzer. Serangan ini disertai dengan narasi “Tempo Has Fallen”. - Mendatangi dan Memotret Rumah Jurnalis Tempo Francisca Christy Rosana (Februari, 2022)
Tak hanya Riky Ferdianto, kediaman Francisca Christy Rosana yang kerap disapa dengan panggilan Cica juga didatangi oleh orang tak dikenal yang memotret foto rumah dan lingkungan sekitarnya. Orang-orang sekitar menjadi saksi. - Serangan Pegasus (31 Oktober, 2023)
Wakil Pemimpin Redaksi Tempo, Bagja Hidayat, mendapatkan pemberitahuan/notifikasi dari Apple terkait kemungkinan peretasan terhadap email dan ID miliknya, yang diduga melibatkan Pegasus. Notifikasi tersebut muncul dua hari setelah Tempo menerbitkan berita utama berjudul “Timang-timang Dinastiku Sayang”. - Mendatangi dan Memotret Rumah Jurnalis Tempo Riky Ferdianto (Juli, 2022)
Kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, atau Brigadir J, yang melibatkan mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo menjadi pemicu teror tersebut. Saat berita sedang menjadi sorotan, kediaman jurnalis Tempo, Riky Ferdianto, didatangi oleh orang tak dikenal yang memotret foto rumah dan lingkungan sekitarnya. - Kekerasan Fisik oleh Aparat Terhadap Jurnalis Tempo Nurhadi (27 Maret, 2021)
Nurhadi mengalami kekerasan saat ingin meminta konfirmasi kepada mantan Direktur Pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Angin Prayitno Aji. Awalnya, Nurhadi ditahan dan di introgasi oleh 2 petugas berpakaian batik. Meski telah mengaku sebagai seorang wartawan, petugas tersebut tetap merampas ponsel Nurhadi dan memiting lehernya. - Teror Bom Molotov (6 Juli, 2010)
Tindakan yang dilakukan oleh beberapa pengendara motor ini diduga dipicu oleh terbitnya berita utama berjudul “Rekening Gendut Perwira Polisi” dalam edisi Tempo pada 28 Juni – 4 Juli 2010 yang memberikan informasi detail terkait isi rekening sejumlah jenderal Kepolisian.
Tindakan represif yang dialami media lain
Selain Tempo, beberapa media juga mengalami intimidasi yang mengancam kebebasan pers. Pada pertengahan Oktober 2024, kantor media redaksi Jujur Bicara (Jubi) di Papua mengalami teror bom molotov oleh orang tak dikenal. Jubi dikenal sebagai media kritis yang kerap mengungkap pelanggaran HAM oleh aparat negara, atau mengkritik kebijakan pemerintah. Serangan bom molotov ini terjadi tak lama setelah Jubi menerbitkan artikel yang mengkritik kebijakan strategis nasional ketahanan pangan yang mengancam keberlangsungan hidup masyarakat adat. Menanggapi situasi tersebut, Koalisi Kebebasan Jurnalis (KKJ) Indonesia mendesak aparat penegak hukum untuk segera mengusut tuntas kasus kekerasan terhadap jurnalis. KKJ menegaskan bahwa apabila intimidasi dan teror terhadap media dibiarkan, kondisi kebebasan pers di Indonesia dapat terus memburuk.
Tak hanya itu, pada Juni 2024 kemarin seorang wartawan Tribata TV, Rico Sempurna, tewas dibunuh di rumahnya. Pembunuhan ini bermula dari pemberitaan yang ditulis oleh Rico mengenai dugaan praktik perjudian ilegal yang melibatkan oknum aparat. Setelah publikasi tersebut, Rico menerima ancaman yang diduga berkaitan dengan laporannya. Penyelidikan mengungkap bahwa para terdakwa merencanakan pembunuhan dengan membakar rumah Rico saat ia dan keluarganya tertidur. KKJ mendesak Kepolisian untuk mengusut tuntas kasus ini, memastikan pelaku serta dalang di balik aksi tersebut ditangkap dan diadili hingga ke pengadilan guna mengungkap motif pembakaran.
Rangkaian tindakan represif terhadap jurnalis ini menunjukkan bahwa kebebasan pers di Indonesia masih menghadapi ancaman serius. Intimidasi dan kekerasan terhadap media yang kritis terhadap kebijakan pemerintah maupun aparat penegak hukum mencerminkan lemahnya perlindungan terhadap jurnalis.
Dampak dari tindakan represif terhadap pers
Tindakan represif yang ditujukan kepada pers dan media tentu mengancam praktik jurnalisme dan nilai-nilai demokrasi. Kekerasan dan ancaman pada jurnalis seperti intimidasi verbal, penyitaan alat liputan, hingga pembredelan ruang redaksi menciptakan ruang yang tidak aman bagi para pekerja media, sehingga secara langsung menghambat tugas mereka sebagai penyampai informasi publik.
Tindakan represif ini juga menunjukkan adanya indikasi pelemahan prinsip-prinsip demokrasi. Media dan jurnalisme seharusnya dapat menjadi pilar keempat demokrasi yang bertugas mengawasi pemerintah dan sumber informasi bagi masyarakat. Ketika praktik jurnalisme mengalami tindakan-tindakan yang bersifat membatasi, akses masyarakat terhadap informasi penting akan terputus. Hal ini jelas dapat menyebabkan ketimpangan informasi dan mengurangi transparansi serta akuntabilitas pemerintah.
Penurunan prinsip demokrasi di Indonesia terkait tindakan represif kepada pers dan media juga terlihat melalui kriminalisasi jurnalis. Pasal-pasal karet yang dimuat dalam undang-undang seperti UU ITE seringkali digunakan untuk membungkam kritik dan membatasi ruang gerak media. Hal ini akan berpengaruh langsung pada penurunan kualitas laporan dan jurnalisme kritis. Ketakutan akan sanksi hukum atau kemungkinan tindakan represif menjadikan banyak jurnalis cenderung ‘bermain aman’ dalam memilih dan mengemas isu yang akan diliput.
Kondisi kebebasan pers saat ini VS Kondisi idealnya
Jika melihat data terkait kebebasan pers di Indonesia yang dikeluarkan oleh Dewan Pers. Dalam 3 tahun terakhir, yakni tahun 2022 hingga 2024 indeks kebebasan pers di Indonesia selalu mengalami penurunan. Hal ini menggambarkan kondisi pers di Indonesia sedang tidak baik-baik saja dan perlu banyak evaluasi dari berbagai pihak. Sejalan dengan hal di atas, Aliansi Jurnalistik Indonesia (AJI) juga mengeluarkan data terkait jumlah kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia. Hasilnya, di tahun 2025 sudah ada 23 kasus kekerasan terhadap jurnalis. Kekerasan yang terjadi berupa serangan digital, intimidasi hingga teror. Bahkan terdapat kasus kekerasan yang menyebabkan hilangnya nyawa jurnalis seperti tewasnya jurnalis perempuan yang ditemukan di Kawasan Gunung Kupang, Kalimantan Selatan pada 22 Maret lalu yang diduga dibunuh oleh anggota TNI AL.
Menurut Nina Mutmainnah Dosen Departemen Ilmu Komunikasi UI dan Penggiat Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran (KNRP), kekerasan terhadap pers baik terhadap media maupun jurnalis tidak akan pernah bersih dari negara Indonesia.
“Mulai dari masa orde lama hingga reformasi hanya intensitas kekerasannya yang berbeda.”
– Nina Mutmainnah
Kebebasan pers di Indonesia melewati berbagai macam tantangan. Pada Masa Orde baru beberapa media mengalami pembredelan karena mencoba untuk mengkritik pemerintah sehingga melahirkan AJI sebagai bentuk perlawanan terhadap kesewenang-wenangan penguasa walau harus mengalami intimidasi dan dibatasi ruang geraknya.
Setelah reformasi nyatanya pers tidak sepenuhnya bebas, bahkan saat ini ancaman bukan hanya berasal dari rezim penguasa. Intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis juga datang dari masyarakat sipil maupun aparat. Beberapa kasus yang terjadi belakangan, seperti dikirimkannya kepala babi dan bangkai tikus terhadap jurnalis Tempo seolah menjadi teguran terhadap media yang mencoba mengkritik pihak-pihak berkepentingan. Melihat kondisi ini, Nina Mutmainah menyampaikan bahwa perlu penindakan hukum yang jelas untuk pelaku-pelaku kekerasan terhadap jurnalis karena hingga kini kekerasan yang pernah menimpa mereka tidak ditangani dengan baik.
Kebebasan pers di Indonesia bukan hanya tanggung jawab media maupun jurnalis, tetapi juga masyarakat sipil. Ketika media mainstream dibungkam oleh elit atau pihak kepentingan, suara tetap bisa disampaikan bahkan melalui media digital.
Referensi
AJI (Aliansi Jurnalis Independen). Advokasi untuk Kebebasan Pers. Diakses dari https://advokasi.aji.or.id.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI). (2024, Juni 15). Usut tuntas kasus pembakaran rumah jurnalis Tribrata TV, adili pelaku dan otaknya. AJI Indonesia. https://aji.or.id/informasi/usut-tuntas-kasus-pembakaran-rumah-jurnalis-tribrata-tv-adili-pelaku-dan-otaknya
Dewan Pers. (2024). Indeks Kemerdekaan Pers Nasional Kembali Turun. Diakses dari https://dewanpers.or.id/berita/detail/2559/indeks-kemerdekaan-pers-nasional-kembali-turun.
Dewan Pers. (2023). Zillenial: Kebebasan pers kunci negara demokratis. Dewan Pers. Retrieved from https://dewanpers.or.id/berita/detail/2467/zillenial-kebebasan-pers-kunci-negara-demokratis
Girsang, V. I., & Hamdi, I. (2025). Teror ke Tempo: Paket Kepala Babi hingga Perusakan Kaca Mobil. Tempo. https://www.tempo.co/politik/teror-ke-tempo-paket-kepala-babi-hingga-perusakan-kaca-mobil-1222206
Goralski, R. (1961). The Legacy of Press Suppression. SAIS Review, 5(4), 24-29.
Hill, D. T. (2006). The Press in New Order Indonesia. Equinox Publishing.
Muhid, H. K., & Andryanto, S. D. (2025). Serangkaian Teror ke Tempo, Wapemred: Pertama Kali Gunakan Hewan sebagai Pesan. Tempo. https://www.tempo.co/politik/serangkaian-teror-ke-tempo-wapemred-pertama-kali-gunakan-hewan-sebagai-pesan-1225265
Solihin, M., Rambe, W. P., Resaliya, I., Srigati, B., Rahmayanti, D. R., Basuki, U., Sriyanto, Y., & Triyanto. (2022). Repressive Measures Against Journalists and Media as Advocacy Medium. Proceeding 2nd International Conference on Communication Science (ICCS 2022).
Tempo. (2025). Fakta-fakta Jurnalis Perempuan di Banjarbaru Tewas Diduga Dibunuh Anggota TNI AL. Diakses dari https://www.tempo.co/hukum/fakta-fakta-jurnalis-perempuan-di-banjarbaru-tewas-diduga-dibunuh-anggota-tni-al-1224945.
Tempo.co. (2024, Juni 10). Kilas balik pembunuhan wartawan Tribrata TV, tiga terdakwa dituntut hukuman mati. Tempo. https://www.tempo.co/hukum/kilas-balik-pembunuhan-wartawan-tribrata-tv-tiga-terdakwa-dituntut-hukuman-mati-1221540
Tempo.Co, & Andryanto, S. D. (2022). Kronologi Kekerasan Dialami Jurnalis Tempo Nurhadi dan 3 Kejanggalan Persidangan. Tempo. https://www.tempo.co/hukum/kronologi-kekerasan-dialami-jurnalis-tempo-nurhadi-dan-3-kejanggalan-persidangan-434620
Tempo.co. (2024, Oktober 5). Ragam kasus intimidasi terhadap pers, teranyar teror kepala babi dan bangkai tikus kepada Tempo. Tempo. https://www.tempo.co/politik/ragam-kasus-intimidasi-terhadap-pers-teranyar-teror-kepala-babi-dan-bangkai-tikus-kepada-tempo-1223868
Penulis:
1. Ali Zaky Tamsin
2. Amin Rakil
3. Vania Alvita Rifat
4. Yoga Al Kemal