Journalight

UI Journalism Studies

Data Journalism

Kilas Balik Jejak Kesejahteraan Finansial Guru Honorer Selama Kepemimpinan Jokowi

Pernah kepikiran, nggak, sih kenapa guru kamu suka marah-marah di kelas? Mungkin itu karena mereka habis diteror cicilan pinjaman atau susu formula anaknya yang lagi habis dan ga punya uang di pagi itu. 

Daripada kamu tanyain langsung alasannya ke gurumu, mendingan simak artikel ini supaya kamu lebih paham apa, sih,yang mungkin terjadi juga dengan guru honorer di sekolah kamu.

Seorang guru honorer berinisial AM (27) di Kabupaten Semarang terjerat utang di puluhan aplikasi pinjaman online(pinjol) hingga ratusan juta rupiah. Sebesar kasih sayang AM sebagai ibu, pinjaman onlineyang diambil awalnya hanya meminjam Rp3,7 juta untuk membeli susu anak, tetapi pinjaman tersebut membesar hingga Rp206,3 juta di lebih dari 20 pinjol. Bahkan ia harus pinjam ke BPR sebesar Rp 20 juta dengan jaminan sertifikat rumah untuk upaya menutup utang. Tapi kini justru AM masih terjerat utang sekitar Rp47 juta. 

Pada tempat lain, terdapat guru berinisial D mengungkapkan gaji pertamanya sebagai guru honorer hanya Rp150.000. Padahal, dia telah bekerja 5 jam pelajaran per hari selama 1 bulan. Boom!Pemerintah bercanda kah…

Pemerintah memiliki beban moral atau kewajiban kepada guru untuk menjamin kesejahteraan dengan memberikan gaji dan tunjangan yang layak, termasuk kepada guru honorer. Guru bukan hanya sekadar pengajar, tetapi menjadi figur yang dapat menginspirasi, memotivasi, dan membimbing para generasi muda. Bayangkan, jika guru tidak mendapatkan haknya secara penuh, bagaimana nasib generasi muda sebagai penerus bangsa?

Tapi kayaknya pemerintah mikirnya beda deh, janji-janji pengangkatan guru honorer jadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) atau kesejahteraan yang katanya bakal naik itu masih jadi “wacana” doang. Sampai hari ini, masih banyak guru honorer yang nggaktau nasib mereka bakal dibawa ke mana. 

Dan ini belum ngomongin soal gaji, yah. Guru honorer sering banget digaji jauh di bawah UMR. Ada yang cuma dapet ratusan ribu per bulan, padahal beban kerja mereka nggak kalah berat sama guru PNS. Bahkan, beberapa dari mereka harus berjuang sendiri buat beli keperluan sekolah atau ngerjain tugas-tugas administratif yang seabrek. Killer stress!

Jadi, apa kabar janji pemerintah buat meningkatkan kesejahteraan guru? Dan apa dampaknya buat pendidikan di Indonesia? Yuk, kita bedah lebih dalam kisah-kisah ini. Nggak cuma buat tahu aja, tapi juga biar kita bisa lebih appreciateperjuangan guru-guru di sekitar kita. 

ADA APA DENGAN GURU HONORER?

Seperti kita sudah bahas sebelumnya, guru honorer mendapat upah rendah dan sangat berpotensi besar membuat stres. Pasti kamu bertanya-tanya, kenapa honorer upahnya rendah? 

“Honorer pada dasarnya bukan ASN, mereka dianggap sebagai pekerja buruh. Gaji mereka nggak ada yang ngatur. Yang jelas mereka digaji sebenarnya sesuai upah minimum kabupaten. Tapi, akhirnya tergantung kemampuan pemberi kerja.”

– AN, Pegawai Pemerintah Daerah Kabupaten.

Nah, jadi begitu kawan, alasan kenapa gaji honorer rendah. Padahal, seperti sudah dijelaskan sebelumnya mengenai tuntutan pekerjaannya tinggi. Terus, apakah pemerintah diam aja?

Mungkin tidak? Di awal saat kampanye Jokowi tahun 2014, beliau mendeklarasikan Piagam Ki Hajar Dewantara. Isinya tentang komitmen beliau meningkatkan kesejahteraan tenaga pengajar dan pendidik, apapun status kerjanya. Wah, mulia sekali ya presiden ke-7 Indonesia!

Pun di tahun 2015, Jokowi yang ditemui oleh Pengurus Besar PGRI menyatakan akan mengangkat guru bantu menjadi PNS dalam waktu tiga tahun. Pada tahun 2023, Jokowi berjanji lagi untuk mengangkat 1 juta guru ASN PPPK.

Tapi, kalian tahu, nggak,sih apa itu ASN PPPK?

PERBEDAAN PPPK dan PNS

Buat yang belum tahu, ASN dibagi menjadi PPPK dan PNS. PPPK adalah Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu1. Gaji pokok PPPK bakal ditentuin berdasarkan golongan awal saat diangkat. Unfortunately, PPPK nggakbisa mendapat kenaikan golongan (jadi gaji pokoknya akan sama terus sampai kontraknya selesai) dan nggak dapat uang pensiun. Kenaikan gaji PPPK didapat dari tunjangan yang bertambah ketika naik pangkat atau tambah tugas.

Nah, PNS itu adalah ASN yang berstatus kepegawaian tetap. Beliau bisa mendapat kenaikan pangkat dan golongan secara berkala. Selain itu, PNS juga dapat tunjangan dan uang pensiun, lho!

Jadi, untuk me-wrapped up penjelasan diatas, perbedaan keduanya terletak di jenjang kariernya. Selain itu, PPPK akan dievaluasi setiap satu tahun sekali2. Jadi, ada risiko pemberhentian kontrak jika menjadi PPPK.

Masalah pilihan guru honorer adalah mendapat gaji pas-pasan (tergantung kemampuan tempat kerja) selama minimal 2 tahun, baru bisa diangkat menjadi PPPK (tapi dibayang-bayangi pemutusan kontrak meski berkelakukan baik3) atau daftar CPNS (tapi ada batas maksimal bisa mendaftar4).

Terus, gimana dong nasib guru honorer yang sudah mengabdi belasan bahkan puluhan tahun itu?

Guru honorer yang lebih dari 35 tahun cuma punya pilihan sebagai PPPK. Pengangkatan PPPK pun punya kendala selanjutnya. Akibat anggaran gaji dibebankan pada APBD, jadi tergantung apakah anggaran itu kuat atau tidak, which means, nggak,selamanya kuota tersedia. Padahal, jumlah guru honorer itu banyak sekali, lho!

Permasalahan kuota tadi dapat terlihat dari kasus yang dihadapi oleh 3.039 guru honorer yang di-ghosting atau digantung status pengangkatan PPPK-nya. Padahal, mereka sebenarnya sudah lulus tes. Hal ini bisa terjadi dikatakan karena keterbatasan kuota per daerah itu. Sungguh miris, bukan?

Bahkan, terdapat kasus lainnya di mana pengangkatan dari honorer menuju PPPK justru dilakukan ketika guru honorer telah akan pensiun. Hal miris ini sayangnya harus dirasakan Oma Hontong, seorang guru di Banggai Laut Sulawesi Tengah. Beliau baru diangkat menjadi PPPK setelah 30 tahun mengabdi sebagai guru honorer. Padahal, dua tahun lagi sudah memasuki usia pensiun. 

Jadi, benarkah PPPK adalah solusi praktis dari polemik kesejahteraan guru ini?

Bagaimana Kebutuhan Mengenai Guru di Indonesia?

Data dari Kemendikbudristek menunjukkan bahwa Indonesia menghadapi tantangan terkait kekurangan guru tahun 2024. Diperkirakan sekitar 69.762 guru akan memasuki masa pensiun pada tahun tersebut yang mengakibatkan kekurangan total mencapai 1.312.759 guru. Wah, banyak banget, ya!

Padahal, jika kita lihat kenaikan jumlah guru di Indonesia tidak terlihat signifikan sesuai jumlah kebutuhan guru menurut Kemendikbudristek. Menurut hasil wawancara dengan pegawai pemerintah daerah hal ini terjadi karena negara perlu melihat kebutuhan dan kemampuan negara.

“Proses pengangkatan guru honorer menjadi ASN selain membutuhkan proses pemenuhan syarat pengangkatan, perlu melihat juga kebutuhan dan kemampuan anggaran negara.”

– AN, Pegawai Pemerintah Kabupaten.

Hmm… Tapi kok kalau kita lihat anggaran pendidikan secara total selalu naik ya….

Tetapi, anggaran gaji untuk gurunya cenderung turun. Wah, di tahun 2023 tiba-tiba alokasi gaji guru naik! Kenapa pas mau mendekati tahun politik, yaa? Apakah ada udang dibalik bakwan? Eits, we listen we don’t judge, gak nih?

Nah, lho! Teman-teman bisa lihat sendiri, ya, faktanya itu jumlah angka pertambahan guru di tiap-tiap provinsi di Indonesia setiap tahunnya tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Waduh, kalo udah kayak gini bingung, nggak,sih, kok anggaran pendidikan naik terus tapi di satu sisi pertambahan jumlah gurunya aja katanya belum mencukupi buat kebutuhan guru di Indonesia? Lalu, berlabuh di mana, ya, anggaran untuk gaji gurunya? Semoga nggak ended up di toko roti mewah, ya, hihi.

Okey, kalau tadi kita sudah breakdowndata jumlah pertambahan guru per provinsi di Indonesia setiap tahunnya. Sekarang, kita check & recheck nih lewat data total jumlah guru di Indonesia secara keseluruhan. OMG very shocking, ya, teman-teman, terlihat jumlah pertambahannya dari tahun 2020-2021, 2021-2022, hingga 2022-2023 tuh, nggak ada signifikan-signifikannya sama sekali. Emang boleh se-fakta ini?

Janji Pemerintah Buat Guru Itu Realisasi atau Basabasi?

Okay, so... katanya pemerintah udah banyak “usaha” buat bantu guru honorer. Tapi, pertanyaannya: effort-nya beneran worth it, nggak, sih? Yuk, kita bahas!

Pertama, ada tunjangan profesi guru (TPG). Sounds fancy, kan? Tapi, realitanya? Hmm... masih banyak drama! Buat dapet TPG aja sering harus lewatin proses admin yang bikin pusing tujuh keliling dan dirapel beberapa bulan sekali. Kadang, tunjangannya juga telat cair, bahkan udah lewat deadline. Hellooo, gimana mau fokus ngajar kalau harus mikirin kapan duit tunjangan masuk rekening? Studi bilang beban kerja guru sebenernya bisa bikin mereka performlebih baik... asalkan kompensasinya juga seimbang. Kalau nggak? Yaudah, bye-bye motivasi!

Terus nih, soal PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja). Ini program jagoannya pemerintah buat ngangkat status guru honorer. Katanya sih targetnya satu juta guru bakal diangkat. Tapi fakta di lapangan? Baru setengah jalan, 544.292 guru doangyang berhasil diangkat sampe akhir 2023. Sisanya? Masih nunggu nasib. Ada yang udahlulus tes PPPK, tapi SK nggakkeluar-keluar. Bayangin aja, udahlulus tapi malah jadi ghosted sama pemerintah. Sedih banget, kan?

Kesimpulannya? Pemerintah technically udah ngelakuin beberapa hal, tapi hasilnya? Meh. PR-nya masih numpuk, kejelasan status honorer, sampai pencairan tunjangan yang nggakboleh lagi jadi running joke. Kalau pemerintah serius mau bikin pendidikan Indonesia maju, jangan cuma berhenti di niat baik aja. We need real action, NOW!

Lantas, Apakah Gaji Guru Honorer yang Diberikan itu Cukup?

“Guru honorer di pelosok masih ada yang (penghasilan) 200–300 (ribu). Saya sendiri gaji bulanannya nggak sampai 1 juta. Kalau melihat dari matematika, orang mungkin merasa itu kurang mencukupi... Dengan niat ikhlas dan mencerdaskan bangsa, kami syukuri, walaupun dalam hati kurang.”

- WN, guru honorer yang telah mengabdi selama kurang lebih 16 tahun.

Pernyataan ini memperlihatkan realitas pahit yang dihadapi banyak guru honorer, terutama di daerah pelosok Indonesia, dengan gaji yang tidak mencukupi kebutuhan hidup. Salut, para guru honorer tetap berdedikasi mendidik meskipun hidup berkekurangan. WN juga menceritakan bahwa untuk menambah pemasukan demi memenuhi kebutuhan sehari-hari, ia terpaksa menjalani pekerjaan sampingan, seperti berjualan di sela-sela istirahat mengajar di sekolah.

WN juga cerita program-program pemerintah selama era Joko Widodo, seperti P3K, belum menjangkau dirinya yang merupakan guru honorer di sekolah yayasan swasta dibawah Kemenag. Program tersebut masih memprioritaskan guru honorer di sekolah negeri, sementara sekolah yayasan swasta belum mendapatkan kuota untuk sekolah di bawah Kemenag.

Tentu ada usaha yang telah dilakukan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. WN pernah mendaftar menjadi PNS, meski belum berhasil. Ia pun merasa kebijakan batas usia 35 tahun memberatkan bagi guru honorer yang lama mengabdi dan berharap regulasi ini ditinjau dengan membuka jalur seleksi alternatif.

"Sebenarnya, mau regulasinya (batas usia 35 tahun) bisa diubah batas maksimalnya agar memberikan kesempatan untuk honorer yang umurnya sudah di atas batasan tersebut untuk diberikan kesempatan menjadi PNS, padahal mereka sudah mengabdi lama."

- WN, guru honorer yang telah mengabdi selama kurang lebih 16 tahun.

Kesimpulan

Kita telah mengkilas balik secara bersama mengenai berbagai perjuangan yang dilalui oleh guru honorer selama kepemimpinan Jokowi. Dapat disimpulkan bahwa kondisi finansial guru honorer masih jauh dari kata “aman” di masyarakat. Hal tersebut dapat diukur melalui jumlah gaji guru honorer yang tidak diatur oleh pemerintah sehingga masih banyak yang digaji seenaknya. Guru honorer juga masih bergulat dengan sistem PPPK yang belum maksimal dan syarat maksimal pendaftaran PNS. Padahal, eksistensi dan kontribusi guru sangat penting untuk perkembangan nusa dan bangsa di negara Indonesia. 

Niat baik awal dari pemerintah memang patut diacungi jempol. Tapi, nampaknya, pemerintah masih memiliki banyak PR untuk menepati janji-janji manis secepatnya. Dengan itu, terdapat berbagai hal yang sekiranya dapat menjadi saran untuk ke depan.

Sebagai saran, pemerintah perlu memastikan bahwa guru honorer mendapatkan gaji yang layak sesuai dengan apa yang sudah mereka kerjakan. Dengan demikian, guru honorer dapat fokus mendidik tanpa terbebani oleh kebutuhan mencari penghasilan tambahan. 

Dengan adanya regulasi yang jelas dan dukungan yang nyata, kesejahteraan guru honorer diharapkan akan meningkat yang pada akhirnya akan berdampak positif terhadap kualitas pendidikan di Indonesia. That's it!

  1. Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 ↩︎
  2. PermenPAN-RB 6/2024 ↩︎
  3. UU No 20 Tahun 2023 ↩︎
  4. KepmenpanRB Nomor 320 Tahun 2024 ↩︎

LEAVE A RESPONSE

Your email address will not be published. Required fields are marked *